37. Delegasi Belanda dalam Perundingan Renville

37. Delegasi Belanda dalam Perundingan Renville

Perundingan antara delegasi Indonesia dan delegasi Belanda di kapal Amerika bernama Renville tanggal 8 Desember 1947. Renville adalah nama sebuah kapal pengangkut Angkatan Laut Amerika Serikat yang berlabuh di pelabuhan Tanjung priok Jakarta pada tanggal 2 Desember 1947. Di atas geladak kapal ini dilakukan perundingan antara Indonesia dan Belanda, yang kemudian menghasilkan naskah persetujuan yang dikenal sebagai "Persetujuan Renville".
Perundingan ini bermula dari adanya Resolusi Dewan Keamanan PBB pada tanggal 25 Agustus 1947 yang bermaksud memberikan jasa-jasa baik kepada pihak Indonesia dan Belanda yang sedang bersengketa tentang siapa yang lebih berhak atas wilayah Indonesia. Untuk itu dibentuk sebuah panitia yang disebut Panitia Jasa-jasa Baik, yang kemudian lebih terkenal dengan nama Komisi Tiga Negara (KTN). Komisi ini terdiri atas tiga negara, dua dipilih oleh negara-negara yang bersengketa dan satu dipilih untuk bertindak sebagai Ketua Komisi. Dalam hal ini Indonesia memilih Australia yang mengirimkan Paul van Zeeland sebagai wakil, Richard Kirby dari Australia, dan kedua negara tersebut memilih Amerika Serikat sebagai Ketua Komisi yang mengirimkan Prof. Dr.Frank Graham.
Komisi Tiga Negara tiba di Jakarta pada tanggal 26 Oktober 1947. Setelah mengadakan pembicaraan dengan pemerintah dari pihak yang bersengketa, disepakati diadakannya perundingan antara Indonesia dan Belanda di bawah pengawasan KTN. Pelaksanaan perundingan dilakukan di atas geladak kapal Renville yang sedang berlabuh di Tanjungpriok.
Dalam perundingan Renville ini delegasi Indonesia diketuai oleh Perdana Menteri Amir Sjarifuddin dengan wakil-wakil Mr. Ali Sastroamidjojo dan H. Agus Salim, serta anggota yang terdiri atas Dr. Leimena, Mr. Latuharhary, dan Kolonel T.B. Simatupang. Delegasi Belanda dipimpin oleh Raden Abdul Kadir Widjojoatmodjo.
Perundingan di atas geladak kapal yang dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 ini menemui jalan buntu. Setelah melalui proses yang lama dan berbelit-belit, dengan KTN sebagai penengah, pada tanggal 17 Februari 1948 di atas geladak kapal Renville dilakukan penandatanganan "Persetujuan Renville". Persetujuan Renville berisi tentang berbagai macam ketentuan dan syarat mengenai pelaksanaan gencatan senjata dan beberapa pasal sebagai dasar perundingan politik, kedaulatan Belanda di Indonesia sebelum terbentuknya Negara Indonesia Serikat dan kedudukan Republik Indonesia sebagai negara bagian.