37) Organisasi Advokat

37) Organisasi Advokat


Peradi dan KAI ribut di Mahkamah Agung! Di ruangan Pejabat Sementara Ketua MA!!! Para advokat senior ini saling meributkan organisasi siapa yang sebenarnya di akui oleh Undang-Undang. Lucu memang, agak jarang juga mendengar orang-orang tua ribut. Mungkin sebaiknya kita sarankan agar mereka sering-sering lah ribut, pukul-pukulan lah sekalian kalo bisa. Atau sekalian jambak-jambakan? (sayangnya sebagian advokat sudah botak).
“Apakah mereka tidak bisa duduk bersama menyelesaikan masalahnya dengan kepala dingin?” …preettt! Akar masalah konflik ini bukan sekedar birahi politik dari para advokat, ya itu mungkin salah satunya, tapi menurut saya masalah intinya terletak pada UU Advokat itu sendiri.
UU menyatakan Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi advokat (pasal 28 ayat 1). Apa artinya rumusan ini? Apakah maksudnya Organisasi Advokat hanya ada satu, atau jika advokat ingin membentuk organisasi profesi harus berbentuk Organisasi Advokat seperti yang diatur dalam UU ini? Jika tafsirannya yang pertama yang manakah yang satu itu? Undang-undang sama sekali tidak menjelaskan. Hanya dalam pasal 32 ayat 4 disebutkan dalam waktu paling lambat 2 tahun setelah berlakunya UU ini Organisasi Advokat sudah terbentuk. Sudah terbentuk? Siapa yang membentuknya? Tuhan? Tak ada sama sekali clue dalam UU ini.
Lalu kalau bukan Tuhan, lalu siapa? Advokat kah? Logikanya ya. Tapi Advokat yang mana yang diberikan kewenangan untuk membentuk Organisasi Advokat yang dimaksud pasal 28 (1) tersebut? Apa syarat-syarat pembentukannya? Di mana harus didaftarkan? Apa wewenang Organisasi ini? Apa hak dan kewajibannya? Bagaimana jika Organisasi ini melenceng dari tujuannya? Jika advokat melanggar Kode Etik maka Advokat dapat dijatuhkan sanksi oleh Organisasi tersebut. Tapi, bagaimana jika Organisasi Advokat itu sendiri yang melindungi Advokat yang melanggar Kode Etik yang dibuatnya sendiri? Apa bisa dibubarkan? No Clue!
Pertanyaan lalu berkembang, kalau saya seorang advokat dan ingin membentuk organisasi advokat yang baru karena aspirasi saya sebagai advokat tidak tersalurkan dalam organisasi yang ada apakah bisa? Jika tidak mengapa? Bukankah dalam konstitusi pasal 28E ayat 3 dinyatakan setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat? Namun jika jawabannya adalah boleh, pertanyaan selanjutnya adalah apa persyaratannya? Di mana organisasi saya harus didaftarkan? Apa hak dan kewajibannya? Apa kewenangannya? Apakah bisa dibubarkan? Apa syarat pembubarannya? Puih…dari 36 pasal yang ada ternyata sama sekali tak ada pasal yang bisa menjawabnya. Ini undang-undang atau undangan ya?
Sedikit clue dalam UU ini mengenai Organisasi Advokat ada dalam pasal 28 (2), susunan organisasi ditetapkan oleh advokat dalam AD/ART. Tapi apa-apa saja yang harus diatur dalam AD/ART tersebut selain susunan organisasinya? Apakah AD/ART ini dapat dibatalkan oleh negara jika ternyata mengandung unsur-unsur diskriminatif? Misalnya hanya advokat bersuku terntu saja atau advokat jenis tertentu (advokat pasar modal, syariah, HAKI dll) saja yang bisa duduk menjadi pengurusnya. Tak ada pengaturannya sama sekali!
UU Advokat telah memberikan cek kosong kepada…ternyata kepada siapanya juga masih kosong. Peradi menafsirkan bahwa Cek Kosong tersebut ditujukan padanya. KAI menafsirkan lain. Besok lusa mungkin muncul organisasi lainnya, GAI misalnya, Gerombolan Advokat Indonesia, atau yang lainnya. Siapa yang diuntungkan dan dirugikan dari masalah ini? Yang diuntungkan tentunya organisasi yang memiliki afiliasi politik yang kuat, baik ke Pemerintah, DPR maupun MA/MK. Ya, dengan pengaturan UU seperti ini justru membuka ruang intervensi kekuasaan jauh lebih besar dibanding kondisi sebelumnya.
Siapa yang paling dirugikan? Kita (atau kami), warga negara biasa non advokat. Mengapa? Dengan cek kosong tersebut maka segala urusan antara warga negara dengan advokat diserahkan sepenuhnya kepada Organisasi Advokat. Perlindungan hukum bagi Warga Negara atas kesewenangan-wenangan Advokat seakan diserahkan sepenuhnya kepada Organisasi Advokat. Namun jika Organisasi yang diberikan kewenangan tersebut tidak menjalankan fungsinya dengan baik, atau menjalankan kewenangannya secara sewenang-wenang tentunya kita sebagai warga negara yang akan dirugikan. Di satu sisi Negara memang wajib melindungi hak warga negara untuk berserikat dan berkumpul, namun di sisi lain warga negara juga berhak untuk mendapatkan perlindungan dari negara atas potensi kesewenang-wenangan suatu serikat, perkumpulan atau organisasi.  Pada titik inilah seharusnya negara memiliki peran, peran untuk memastikan bahwa organisasi semacam ini menjalankan fungsinya sesuai dengan tujuannya, serta memastikan bahwa hak-hak warga negara dalam hal ini klien tidak dirugikan.
Apakah organisasi advokat harus dalam bentuk wadah tunggal atau majemuk? Kira-kira selalu ini pertanyaannya. Apa untung ruginya pengaturan dalam bentuk wadah tunggal atau majemuk. Ini juga pertanyaan selanjutnya. ..dst. Tak bisa kah kita keluar dari pertanyaan seperti ini?
Mengapa kita tidak mulai pembahasan dari prinsip-prinsip pengaturan organisasi advokatnya dulu?
Prinsip pertama yang saya usulkan yaitu setiap orang yang menjalankan fungsi advokat atau yang dapat bertindak sebagai advokat harus tergabung dalam satu organisasi advokat yang diakui keabsahannya oleh negara. Apa fungsi dan tindakan yang merupakan tindakan advokat kita bisa bahas selanjutnya. Sebaliknya, hanya organisasi advokat yang telah diakui keabsahannya yang dapat mengeluarkan licence untuk menjadi advokat.
Mengapa prinsip ini penting? Profesi advokat sebagaimana profesi lainnya merupakan profesi yang memerlukan pengetahuan dan keahlian khusus. Tidak semua orang dapat melakukan apa yang dilakukan oleh advokat, sehingga unsur kepercayaan (trust) sangat penting dalam profesi ini. Klien harus dapat mempercayai bahwa advokat yang mendampinginya benar-benar mewakili kepentingan hukumnya, bukan kepentingan hukum dari pihak lawan atau lainnya. Posisi klien dengan demikian sangat rentan dihadapan advokatnya (sebagaimana halnya posisi pasien dengan dokternya); tidak mudah bagi klien untuk mengetahui apakah advokatnya melakukan tugasnya dengan baik atau tidak. Oleh karenanya maka profesi ini harus diatur untuk melindungi kepentingan warga negara (baca: klien).
Namun disisi lain, karena kekhususan masalah ini pula lah maka negara tidak dapat mengatur advokat secara langsung. Negara tidak dapat langsung menghukum atau menyatakan tidak bersalah sang advokat ketika dianggap merugikan kepentingan warga negara. Yang dapat mengetahui apakah advokat telah melaksanakan tugasnya dengan baik atau tidak pada akhirnya adalah profesi advokat itu sendiri. Untuk itu maka diperlukan keberadaan Organisasi Advokat, untuk menjembatani masalah ini.

Prinsip kedua. Setiap advokat dapat membentuk organisasi advokat.
Mengapa setiap advokat harus dapat membentuk organisasi advokat? Karena pada dasarnya advokat adalah warga negara juga yang memiliki hak untuk berserikat dan berkumpul. Negara tidak boleh melarang warga negara untuk berorganisasi, kewenangan negara sebatas mengaturnya saja. Larangan tersebut hanya dimungkinkan hak tersebut dipergunakan untuk merugikan hak asasi orang lain.
Prinsip ketiga. Harus ada pengaturan secara jelas persyaratan untuk membentuk organisasi advokat. Persyaratan tersebut harus mengatur juga syarat-syarat minimum yang harus dipenuhi, misalnya, minimum jumlah anggota pertama kali, memiliki kode etik, dewan etik, mekanisme pengaduan, mekanisme penyelesain dugaan pelanggaran etik, kejelasan sumber pendanaan dll. Detilnya kita bisa bahas selanjutnya.
Prinsip keempat. Setiap organisasi advokat harus didaftarkan pada instansi negara untuk diakui keabsahannya, apakah Depkum atau yang lainnya bisa kita bahas berikutnya.
Prinsip kelima. Organisasi advokat hanya dapat mengeluarkan izin / licence di kota / kabupaten dimana telah terdapat dewan etik daerah, sebaliknya licence tersebut juga hanya berlaku di wilayah2 yang telah terdapat dewan etik tersebut. Tujuannya adalah untuk memudahkan pengguna jasa (klien) apabila terjadi malpraktek atau pelanggaran kode etik yang merugikan kliennya untuk mengadukan / komplain kepada organisasinya. Sangatlah tidak masuk akal jika seorang klien yang berlokasi di papua misalnya dirugikan oleh pengacaranya dan ia harus mengadukan pengacaranya tersebut ke Jakarta!
Prinsip keenam. Organisas Advokat harus memiliki program-program peningkatan kapasitas anggotanya, dalam bentuk training, PKPA atau lainnya, terserah. Informasi atas program-program tersebut harus dapat diakses publik.
Tujuan prinsip ini adalah untuk memastikan bahwa anggota dari organisasi tersebut berkualitas, yang pada akhirnya dapat melayani kepentingan warga negara (klien) secara optimal.
Prinsip ketujuh. Organisasi Advokat harus memiliki sumber pendanaan yang jelas. Sumber pendanaan utama Organisasi Advokat harus berasal dari iuran anggota. Anggota yang tidak melaksanakan kewajiban iuran tersebut harus diberikan peringatan hingga dapat dapat dikeluarkan dari keanggotaan.
Tujuan dari prinsip ini adalah bahwa organisasi tetap berbasiskan anggota, serta untuk menghindari dominasi sebagian kelompok atau adanya intervensi dari non anggota. Dominasi maupun intervensi terhadap organisasi ini akan merusak organisasi, yang pada akhirnya akan dapat berdampak juga bagi masyarakat secara luas (klien).
Prinsip kedelapan. Seluruh informasi yang berkaitan dengan organisasi advokat harus dapat diakses publik. UU harus mengatur informasi-informasi minimum yang harus diumumkan oleh Organisasi Advokat.
Tujuan prinsip ini…apa masih perlu dijelaskan?
Prinsip kesembilanPengawasan advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat.Peran Negara adalah melakukan pengawasan terhadap Organisasi Advokat, bukan advokatnya. Peran pengawasan dari Negara harus terbatas pada tujuan untuk menjamin organisasi advokat memenuhi persyaratan minimum yang harus dipenuhi, kewajiban-kewajiban organisasi. Misalnya untuk memastikan prinsip keempat s/d kedelapan tetap dipenuhi oleh organisasi advokat. Harus ditetapkan dengan jelas instansi mana yang diberikan kewenangan untuk melakukan pengawasan tersebut. Instansi ini haruslah instansi pemerintah, bukan badan peradilan.
Prinsip kesepuluh. Organisasi Advokat harus bisa dibubarkan. Syarat pembubaran harus jelas dan limitatif. Pembubaran hanya dapat dilakukan dengan dua cara, voluntary (karena kehendak organisasi itu sendiri) atau jika terus-menerus melakukan pelanggaran. Setiap tindakan pembubaran harus dapat di bawa ke pengadilan, atau bisa juga diatur Pemerintah dalam hal ini instansi pengawas memiliki kewenangan untuk mengusulkan pembubaran melalui lembaga yudikatif.
Sejauh ini sepuluh hal ini yang perlu diatur dalam UU yang mengatur mengenai advokat (jumlah sepuluh hanyalah kebetulan belaka). Mungkin masih ada materi lainnya yang dapat diatur, kita bisa diskusikan.
Apa artinya pengaturan seperti diatas? Apakah berarti hanya ada satu atau lebih organisasi advokat? Jawabannya bisa keduanya. Dengan pengaturan seperti ini maka hanya waktu yang akan menjawabnya apakah hanya akan ada satu atau lebih organisasi advokat. Organisasi advokat yang akan bertahan pada akhirnya adalah organisasi advokat yang sehat, di satu sisi yang melindungi dan mendorong para advokatnya untuk profesional, di sisi lain yang juga melindungi malpraktek atau pelanggaran kode etik yang merugikan kepentingan publik (klien). Ada sepuluh atau seratus organisasi advokat pun pada akhirnya tidak akan menjadi masalah, jika dua kepentingan tersebut dapat terpenuhi.
Apa sebenarnya dasar pemikiran di balik ide ini? Saat ini saya belum bisa menuliskannya, masih ada di kepala dan belum bisa dituangkan dengan baik dalam bentuk tulisan. Intinya adalah pengaturan hubungan hukum antara warga negara dan negara.  Paradigma dari UU Advokat yang ada menurut saya salah konsep, karena hubungan hukum yang diatur adalah hubungan hukum antara Negara dan Advokat. Paradigma ini akhirnya mengabaikan hak-hak dari warga negara itu sendiri.