BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar
Belakang Masalah
Kemajuan suatu negara sangat
ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan.
Pembangunan sebagaisuatu proses perubahan yang direncanakan mencakup semua
aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama
ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-orang yang
terlibat sejak dari perencanaan sampai pada pelaksanaan) dan pembiayaan.
Diantara dua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya.
Negara yang korupsi bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk
negara yang miskin. Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah rendahnya
kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi
pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan
kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat
penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi.Korupsi di negara-negara di
dunia, dewasa ini sudah merupakan patologi social (penyakit sosial) yang sangat
berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materil keuangan negara yang
sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan
dan pengurasan keuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan
anggota legislatif.
Maka dari itu, dalam makalah ini
akan dijelaskan secara lebih rinci mengenai Korupsi, yangdijabarkan dalam
rumusan masalah dibawah.
- Rumusan
Masalah
Berdasarkan Latar Belakang Masalah
yang telah dijelaskan diatas, maka dapat kita simpulkan Rumusan Masalah sebagai
berikut:
- Apakah
Pengertian dari Korupsi?
- Apa
saja Teori-teori dasar Korupsi?
- Apakah
Motif Yang Mendasari Terjadinya Korupsi?
- Seperti
apa Ruang Lingkup dan Bentuk Korupsi?
- Bagaimana
Pola Penindakan Korupsi serta Contoh Kasusnya?
- Apakah
Dampak dari terjadinya Korupsi?
- Tujuan
Penulisan
- Untuk
mengetahui Pengertian dari Korupsi;
- Untuk
mengetahui Teori-teori Dasar Korupsi;
- Untuk
mengetahui Motif yang mendasari terjadinya Korupsi;
- Untuk
mengetahui Ruang Lingkup dan Bentuk dari Korupsi;
- Untuk
mengetahui Pola Penindakan Korupsi beserta contoh kasusnya;
- Untuk
mengetahui Dampak Korupsi.
BAB
II
PEMBAHASAN
- Pengertian
Korupsi
Pengertian atau asal kata korupsi
menurut Fockema Andrea dalam Andi Hamzah, kata korupsi berasal
dari bahasa latin corruptio atau corruptus yang
selanjutnya disebutkan bahwa corruptio itu berasal dari kata
asal corrumpere,suatu kata dalam bahasa latin yang lebih tua. Dari
bahasa Latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris, yaitu corruption,
corrupt; Perancis, yaitu corruption; dan Belanda,
yaitu corruptie (korruptie), dapat atau patut diduga istilah
korupsi berasal dari bahasa Belanda dan menjadi bahasa Indonesia, yaitu
“korupsi”.
Menurut Dr. Kartini Kartono,
korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna
mengeduk keuntungan, dan merugikan kepentingan umum.Dalam Kamus
Umum Belanda Indonesia yang disusun oleh Wijowasito, corruptie yang
juga disalin menjadi corruptien dalam bahasa Belanda
mengandung arti perbuatan korup, penyuapan.
Pengertian dari korupsi secara
harfiah menurut John M. Echols dan Hasan Shadaly, berarti
jahat atau busuk, sedangkan menurut A.I.N. Kramer SRmengartikan
korupsi sebagai ; busuk, rusak atau dapat disuap.
Pengertian korupsi menurut Gurnar
Myrdal dalam bukunya Asian Drama, Volume II adalah :
To include not only all forms
of improper or selfish exercise of power and influence attached to a public
office or the special position one occupies in the public life but also the
acivity of the bribes.
“Korupsi tersebut meliputi
kegiatan-kegiatan yang tidak patut yang berkaitan dengan kekuasaan,
aktivitas-aktivitas pemerintahan, atau usaha-usaha tertentu untuk memperoleh
kedudukan secara tidak patut, serta kegiatan lainnya seperti
penyogokan.”Kemudian arti korupsi yang telah diterima dalam perbendaharaan kata
bahasa Indonesia, disimpulkan oleh Poerwadarminta : “Korupsi ialah perbuatan
yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.”
Tindak pidana korupsi di
Indonesia sudah sangat meluas dan telah masuk sampai ke seluruh lapisan
kehidupan masyarakat. Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun,
dalam jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara serta dari
segi kualitas tindak pidana korupsi yang dilakukan semakin sistematis yang telah
memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat. Harus kita sadari meningkatnya
tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa dampak yang tidak
hanya sebatas kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan
berbangsa dan bernegara pada umumnya.
Perbuatan tindak pidana korupsi
merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat,
sehingga tindak pidana korupsi tidak lagi digolongkan sebagai kejahatan biasa
melainkan telah menjadi kejahatan luar biasa. Sehingga dalam upaya
pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut
cara-cara yang luar biasa.
Penegakan hukum dalam rangka
pemberantasan tindak pidana korupsi yang selama ini dilakukan secara konvensial
terbukti telah mengalami berbagai hambatan. Dengan demikian, diperlukan metode
penegakan hukum secara luar biasa melalui pembentukan suatu badan khusus yang
mempunyai kewengangan luas, independen serta bebas dari kekuasaan manapun dalam
upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, yang pelaksanaannya dilakukan secara
optimal, intensif, efektif, profesional, serta berkesinambungan.
Badan khusus yang dimaksud adalah
KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang memiliki kewenangan melakukan
koordinasi dan supervise, termasuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan
penuntutan, sedangakan mengenai pembentukan, susunan organisasi, tata kerja dan
pertanggungjawaban diatur dengan undang-undang. KPK merupakan lembaga negara
yang bersifat independen, melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari
kekuasaan manapun.
Tindak pidana korupsi merupakan
masalah yang sangat serius, karena tindak pidana korupsi dapat membahayakan
stabilitas dan keamanan negara dan masyarakatnya, membahayakan pembangunan
sosial dan ekonomi masyarakat, politik, bahkan dapat pula merusak nilai-nilai
demokrasi derta moralitas bangsa karena dapat berdampak membudayanya tindak
pidana korupsi tersebut.
BAB III
LANDASAN TEORI
Ada beberapa teori dasar yang
menjelaskan tentang korupsi. Teori itu antara lain:
- Teori
Vroom
P =
f (A x M)
|
P = Performance
A = Ability
M = Motivation
|
Berdasarkan Teori Vroom, kinerja
(performance) seseorang tergantung pada tingkat kemampuannya (ability)
dikalikan dengan motivasi (motivation). Kemampuan seseorang berbanding
lurus dengan tingkat pendidikan yang dimilikinya. Jadi, dengan tingkat motivasi
yang sama seseorang dengan tingkat pendidikan lebih tinggi akan menghasilkan
kinerja yang lebih baik. Namun, permasalahannya tidak sesederhana itu masih ada
rumusan Vroom mengenai motivasi (motivation) seseorang yaitu:
M = f (E x V)
|
M = Motivation
E = Expectation
V = Valance/Value
|
Motivasi tergantung pada harapan
(expectation) orang yang bersangkutan dikalikan dengan nilai (value)
yang terkandung dalam setiap pribadi seseorang. Jika harapan seseorang adalah
ingin kaya, maka ada dua kemungkinan yang akan dia lakukan. Jika nilai yang
dimiliki positif maka, dia akan melakukan hal-hal yang tidak melanggar hukum
agar bisa menjadi kaya. Namun jika dia seorang yang memiliki nilai negatif,
maka dia akan berusaha mencari segala cara untuk menjadi kaya sehingga
muncullah korupsi sebagai jalan pintas.
- Teori Kebutuhan
Maslow
Teori Kebutuhan Maslow tersebut
menggambarkan hirarki kebutuhan dari paling mendasar (bawah) hingga naik paling
tinggi adalah aktualisasi diri. Kebutuhan paling mendasar dari seorang manusia
adalah sandang dan pangan (physical needs). Selanjutnya kebutuhan
keamanan adalah perumahan atau tempat tinggal, kebutuhan sosial adalah
berkelompok, bermasyarakat, berbangsa. Ketiga kebutuhan paling bawah adalah
kebutuhan utama (prime needs) setiap orang. Setelah kebutuhan utama
terpenuhi, kebutuhan seseorang akan meningkat kepada kebutuhan penghargaan diri
yaitu keinginan agar kita dihargai, berperilaku terpuji, demokratis dan lainya.
Kebutuhan paling tinggi adalah kebutuhan pengakuan atas kemampuan kita,
misalnya kebutuhan untuk diakui sebagai kepala, direktur maupun walikota yang
dipatuhi bawahannya.
- Teori Klitgaard dan
Ramirez Torres
Teori Klitgaard:
C = M + D – A
|
C = Korupsi
M= Monopoly of Power
D= Discretion of official
A= Accountability
|
Menurut Robert Klitgaard,
monopoli kekuatan oleh pimpinan (monopoly of power) ditambah dengan
tingginya kekuasaan yang dimiliki seseorang (discretion of official)
tanpa ada pengawasan yang memadai dari aparat pengawas (minus accountability),
maka akan terjadi korupsi.Perubahan pola pemerintahan yang tersentralisasi
menjadi terdesentralisasi dengan adanya otonomi daerah telah menggeser praktik
korupsi yang dahulu hanya didominasi oleh pemerintah pusat kini menjadi marak
terjadi di daerah. Hal ini selaras dengan teori Klitgaard bahwa korupsi
mengikuti kekuasan.
Teori Ramirez Torres:
|
Rc > Pty x Prob
|
Rc = Reward
Pty=Penalty
Prob=Probability
(kemungkinan tertangkap)
|
Korupsi adalah kejahatan
kalkulasi atau perhitungan (crime of calculation) bukan hanya sekedar
keinginan (passion). Seseorang akan melakukan korupsi jika hasil yang
didapat dari korupsi tinggi dan lebih besar dari hukuman yang didapat serta
kemungkinan tertangkap kecil.
- Teori Jack
Bologne (GONE)
Menurut Jack Bologne akar
penyebab korupsi ada empat, yaitu
G =
O =
N =
E =
|
Greedy
Opportunity
Needs
Expose
|
Greed, terkait
keserakahan dan kerakusan para pelaku korupsi. Koruptor adalah orang yang tidak
puas akan keadaan dirinya. Opportuniy, sistem yang memberi
peluang untuk melakukan korupsi. Need, sikap mental yang tidak
pernah merasa cukup, selalu sarat dengan kebutuhan yang tidak pernah
usai. Exposes, hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku
korupsi yang tidak memberi efek jera pelaku maupun orang lain.
- Motif
Terjadinya Korupsi
Untuk memahami masalah korupsi
yang begitu meluas di berbagai negara khususnya pada negara berkembang, harus
dikaitkan bahwa korupsi seolah-olah sebagai satu keharusan dan tidak
terpisahkan dengan negara-negara berkembang. Korupsi sesungguhnya merupakan
suatu proses yang berhubungan dengan latar belakang sejarah bangsa atau negara
yang bersangkutan. Tanpa memahami latar belakang budaya dan sejarahnya,
diagnosis dan terapi yang dilakukan untuk pemberantasan atau penanggulangan
korupsi bisa saja keliru, yang akan berakibat besar dan merupakan masalah
tersendiri karena tindakan-tindakan penanggulangan yang diterapkan tidak akan
efektif.
Motif, penyebab, atau pendorong
seseorang untuk melakukan tindakan korupsi sebenarnya bervariasi dan
beranekaragam. Akan tetapi, secara umum dapat dirumuskan, bahwa tindakan
korupsi dilakukan dengan tujuan mendapat keuntungan pribadi, keluarga,
kelompok, golongannya sendiri. Dengan mendasarkan pada motif keuntungan pribadi
atau golongan ini, dapatlah dipahami jika korupsi terdapat dimana-mana dan
terjadi kapan saja karena masalah korupsi selalu terkait dengan motif yang ada
pada tiap insan manusia untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau golongannya.
Cara yang ditempuh menurut
norma-norma yang berlaku merupakan usaha yang bersifat halal dan ridha. Cara
korupsi yang dilakukan untuk mendapatkan keuntungan tidak mengikuti dan
didasari norma-norma yang berlaku, jelas bahwa hal ini tidak halal dan tidak
diridhai. Apabila tindakan atau usaha ini dilakukan dengan penggunaan dan atau
penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang atau kesempatan kerja dengan persyaratan
seperti dirumuskan dalam pengertian kerja, usaha ini dikategorikan tindakan
korupsi.
Banyak faktor yang mempengaruhi
motif untuk melakukan tindakan korupsi yang menginginkan keuntungan pribadi
atau golongan. Menurut komisi IV, terdapat tiga indikasi yang menyebabkan
meluasnya korupsi di Indonesia, yakni.
- Pendapatan
atau gaji yang tidak mencukupi
- Penyalahgunaan
kesempatan untuk memperkaya diri, dan
- Penyalahgunaan
kekuasaan untuk memperkaya diri.
Komisi IV juga menyatakan,
kemungkinan meluasnya perbuatan korupsi berhubungan dengan meningkatnya
kegiatan dalam bidang ekonomi pembangunan, seperti perluasan perkreditan,
bantuan luar negeri dan penanaman modal asing.
Menurut Dr. Sarlito W, tidak ada
jawaban yang persis untuk menjawab alasan apa yang mendorong terjadinya
korupsi, tetapi ada dua hal yang jelas, yaitu faktor rangsangan dari dalam diri
sendiri (keinginan, hasrat, kehendak dan sebagainya) dan faktor rangsangan dari
luar (misal dorongan dari teman-teman, adanya kesempatan, dan kurang kontrol
dan sebagainya.
A.S. Harris Sumidiria menjawab
bahwa korupsi lahir karena ambruknya nilai-nilai sosial, korupsi kambuh karena
adanya penyalahgunaan tujuan wewenang dan kekuasaan, dan korupsi hidup karena
sikap dan mental pejabat yang bobrok, baik pejabat tinggi maupun pejabat
rendahan. Dr. Andi Hamzah dalam disertasinya menginventariskan beberapa
penyebab korupsi, yakni kesan yang berlebih-lebihan, seolah-olah telah tersebar
luas, terutama di kalangan pejabat tinggi. Rasa khawatir akan membesarnya kesan
inilah yang menyebabkan Nehru secara terus-menerus menolak tuntutan-tuntutan
agar dia membersihkan pemerintahannya dan birokrasi negara dari korupsi.
“Berteriak keras-keras bahwa setiap orang berbuat korupsi hanya akan
menciptakan iklim korupsi,” katanya. “Rakyat akan berpendapat bahwa mereka
hidup dalam iklim korupsi dan karena itu akan melakukan korupsi pula”.
Dengan mempertimbangkan pandangan
Nehru mengenai dongeng rakyat tentang korupsi tersebut, mungkin perlu pula
dipertimbangkan tentang strategi atau taktik untuk penanggulangan dan
pemberantasan korupsi, apakah perlu dilaksanakan secara sensional ataukah
secara tenang-tenang atau diam-diam tetapi dengan langkah-langkah yang pasti,
terencana, operasional, dan efektif. Di samping itu, mungkin terdapat pula
aspek lain yang perlu dipertimbangkan dalam masalah ini, yakni tentang
kemungkinan adanya golongan tertentu (politik misalnya) memang dengan sengaja
mengobarkan api desas-desus dongeng rakyat tentang korupsi ini.
Apabila diinventarisasikan,
banyak sekali faktor-faktor yang dapat disebut sebagai penyebab timbul, lahir,
tumbuh, serta perkembangan korupsi, khususnya di negara-negara yang sedang
berkembang. Diantara sekian banyak faktor ini, James C. Scot mengemukakan
beberapa hal yang secara khusus memiliki hubungan dengan aspek politik dan
pemerintahan, yakni:
- Sistem
politik resmi belum sepenuhnya diterima dan masih lemah landasan hukumnya
dibandingkan dengan ikatan keluarga dan suku yang masih kukuh;
- Pemerintah
penting sebagai sumber pekerjaan dan mobilits sosial;
- Ada
golongan-golongan elite yang kaya raya yang tidak diberi kesempatan
mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah secara langsung dan terbuka;
- Tidak
ada kemauan yang sungguh-sungguh untuk hidup berlandaskan hukum yang
berlaku di pihak golongan-golongan elite maupun dipihak rakyat banyak.
- Ruang
Lingkup dan Bentuk Korupsi
Asal mula berkembangnya korupsi
barangkali dapat ditemukan sumbernya pada fenomena sistem pemerintahan monarki
absolut tradisional yang berlandaskan pada budaya feodal. Pada masa
lalu, tanah-tanah di wilayah suatu negara atau kerajaan adalah milik mutlak
raja, yang kemudian diserahkan kepada para pangeran dan bangsawan yang ditugasi
untuk memungut pajak, sewa dan upeti dari rakyat yang menduduki tanah tersebut.
Disamping membayar dalam bentuk uang atau in natura, sering pula
rakyat diharuskan membayar dengan hasil bumi serta dengan tenaga kasar, yakni
bekerja untuk memenuhi berbagai keperluan sang raja atau penguasa. Elite
penguasa yang merasa diri sebagai golongan penakluk, secara otomatis juga
merasa memiliki hak atas harta benda dan nyawa rakyat yang ditaklukkan. Hak
tersebut biasanya diterjemahkan dalam tuntutan yang berupa upeti dan tenaga
dari rakyat (Onghokham, 1995).
Seluruh upeti yang masuk ke
kantong para pembesar ini selain dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan pembesar
itu sendiri, pada dasarnya juga berfungsi sebagai pajak yang dipergunakan untuk
membiayai kegiatan-kegiatan negara. Hanya saja, belum ada lembaga yang secara
resmi ditunjuk sebagai pengumpul pajak, sehingga para pembesar atau pejabat tadi
juga merangkap sebagai pengumpul dana (revenue gathering). Parahnya,
kedudukan dalam pemerintahan sebagai pembesar atau pejabat ini dapat
diperjualbelikan (venality of office), yang menyebabkan pembeli jabatan
tadi berusaha untuk mencari kompensasi atas uang yang telah dikeluarkannya
dengan memungut upeti sebesar-besarnya dari rakyat.
Pada masa-masa sesudahnya,
kondisi ini ternyata memperkuat sistem patron – client, bapak anak,
atau kawula – gusti, dimana seorang pembesar sebagai patron harus dapat memenuhi
harapan rakyatnya, tentu saja dengan adanya timbal balik dari rakyat sebagai
client-nya. Hubungan patron – clientini merupakan salah satu sumber
korupsi, sebab seorang pejabat untuk membuktikan efektivitasnya harus selalu
berbuat sesuatu tanpa menghiraukan apakah ini untuk kepentingan umum atau
kepentingan kelompok bahkan perorangan, yakni para anak buah yang seringkali
adalah saudaranya sendiri. Selain itu, sistem patron – client juga menjadi
faktor perusak koordinasi dan kerjasama antar para penguasa, dimana timbul
kecenderungan persaingan antara para penguasa, dimana timbul kecenderungan
persaingan antara para pejabat untuk menganakemaskan orangnya. Disinilah
faksionalisme dikalangan elite menjadi berkepanjangan.
Korupsi yang sekarang merajalela
di Indonesia, berakar pada masa tersebut ketika kekuasaan bertumpu pada
birokrasi patrimonial yang berkembang pada kerangka kekuasaan feodal dan
memungkinkan suburnya nepotisme. Dalam struktur kekuasaan yang demikian, maka
penyimpangan, penyuapan, korupsi dan pencurian akan dengan mudah berkembang
(Mochtar Lubis, 1995).
Dalam perkembangan selanjutnya,
dapat dilihat bahwa ruang lingkup korupsi tidak terbatas pada hal-hal yang
sifatnya penarikan pungutan dan nepotisme yang parah, melainkan juga kepada
hal-hal lain sepanjang perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara. Selain itu juga dapat dikategorikan ke dalam perbuatan
korupsi adalah setiap pemberian yang dikaitkan dengan kedudukan atau jabatan
tertentu. UU Nomor 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
menentukan bahwa seseorang dianggap melakukan tindak pidana korupsi apabila :
- Secara
melawan hukum melakukan perbuatan atau memperkaya diri sendiri atau orang
lain, atau sesuatu badan yang secara langsung atau tidak langsung
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
- Dengan
tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau sesuatu badan,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara.
- Memberi
hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat sesuatu kekuasaan
dan kewenangan yang melekat pada jabatan atau kedudukannya. Termasuk dalam
hal ini adalah siapa saja yang tanpa alas n yang wajar, tidak melaporkan
pemberian atau janji tersebut kepada yang berwajib dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya setelah menerima suatu pemberian atau janji.
Bahkan untuk mencegah terjadinya
korupsi, usaha-usaha percobaan atau permufakatan untuk melakukan tindak pidana
sebagaimana tersebut diatas, sudah dianggap sebagai perbuatan korupsi. Adapun
dari segi tipologi, Alatas (1987) membagi korupsi kedalamtujuh jenis yang
berlainan. Ketujuh jenis korupsi itu adalah sebagai berikut :
- Korupsi
transaktif (transactive corruption), menunjuk kepada adanya
kesepakatantimbal balik antara pemberi dan pihak penerima, demi keuntungan
kedua belah pihak.
- Korupsi
yang memeras (extortive corruption), menunjuk adanya pemaksaan
kepada pihak pemberi untuk menyuap guna mencegah kerugian yang sedang
mengancan dirinya, kepentingannya atau hal-hal yang dihargainya.
- Korupsi
investif (investive corruption), adalah pemberian barang atau jasa
tanpa ada pertalian langsung dengan keuntungan tertentu, selain keuntungan
yang dibayangkan akan diperoleh dimasa yang akan datang.
- Korupsi
perkerabatan (nepotistic corruption) adalah penunjukan yang tidak
sah terhadap teman atau sanak saudara untuk memegang jabatan dalam
pemerintahan, atau tindakan yang memberikan perlakuan istimewa secara
bertentangan dengan norma dan peraturan yang berlaku.
- Korupsi
defensif (defensive corruption) adalah perilaku korban korupsi
dengan pemerasan. Korupsinya dalam rangka mempertahankan diri.
- Korupsi
otogenik (autogenic corruption) yaitu korupsi yang dilakukan oleh
seseorang seorang diri.
- Korupsi
dukungan (supportive corruption) adalah korupsi yang dilakukan
untuk memperkuat korupsi yang sudah ada.
Dalam Undang-Undang No. 31 tahun
1999 dan Undang-Undang No. 20 tahun 2001 terdapat 30 rumusan bentuk/jenis
tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terpisah dan
terperinci mengenai perbuatan-perbuatan yang dikenakan pidana korupsi. Namun
pada dasarnya 30 bentuk/jenis korupsi itu dapat dikelompokan menjadi:
- Kerugian
keuangan negara
- Suap
menyuap
- Pengelapan
dalam jabatan
- Pemerasan
- Perbuatan
curang
- Benturan
kepentingan dalam pengadaan, dan
- Gratifikasi
Dalam buku Toward A General
Theory Of Official Corruption karangan Gerald E Caiden bentuk umum korupsi yang
dikenal antara lain:
- Berkhianat,
subversi, transaksi luar negeri ilegal, penyeludupan;
- Mengelapkan
barang milik lembaga, swastanisasi anggaran pemerintah, menipu dan
mencuri;
- Menggunakan
uang yang tidak tepat, memalsukan dokumen dan menggelapkan uang,
mengalirkan uang lembaga ke rekening pribadi, menggelapkan pajak,
menyalahgunakan dana;
- Menyalahgunakan
wewenang, intimidasi, menyiksa, penganiayaan, memberi ampun dan grasi
tidak pada tempatnya;
- Menipu
dan mengecoh, memberi kesan yang salah, mencurangi dan memperdaya,
memeras;
- Mengabaikan
keadilan, melanggar hukum, memberikan kesaksian palsu, menahan secara
tidak sah, menjebak;
- Tidak
menjalankan tugas, desersi, hidup menempel pada orang lain seperti benalu;
- Penyuapan
dan penyogokan, memeras, mengutip pungutan, menerima komisi;
- Menjegal
pemilihan umum, memalsukan surat suara, membagi-bagi wilayah pemilihan
umum agar bisa unggul;
- Menggunakan
informasi internal dan informasi rahasia untuk kepentingan pribadi,
membuat laporan palsu;
- Menjual
tanpa izin jabatan pemerintah, barang miliki pemerintah dan surat izin
pemerintah;
- Manipulasi
peraturan, pembelian barang persediaan, kontrak dan pinjaman uang;
- Menghidari
pajak, meraih laba berlebih-lebihan;
- Menjual
pengaruh, menawarkan jasa perantara, konflik kepentingan;
- Menerima
hadiah, uang jasa, uang pelicin dan hiburan, perjalanan yang tidak pada
tempatnya;
- Berhubungan
dengan organisasi kejahatan, operasi pasar gelap;
- Perkoncoan,
menutupi kejahatan;
- Memata-matai
secara tidak sah, menyalahgunakan telekomunikasi;
- Menyalahgunakan
stempel dan kertas surat kantor, rumah jabatan dan hak istimewa
jabatan.
- Pola
Penindakan Korupsi
Meskipun sudah banyak yang
tertangkap dan terjerat hukum, para koruptor sepertinya belum juga jera.
Serangkaian kasus korupsi ini seakan mengingatkan kita akan merosotnya moral
dan hilangnya sikap kepemimpinan dari pemimpin bangsa Indonesia. Besarnya
pengeluaran saat kampanye Pilkada menuntut mereka mengembalikan biaya politik
yang sudah di keluarkan. Dan korupsilah jalan yang menjadi pilihannya.
Merasuknya laten korupsi sangat
merugikan dan dapat merusak setiap sendi kebersamaan bangsa. Kerugian besar
sedang melanda Indonesia sebagai akibat dari korupsi. Apalagi kalau biaya
antisipasi dan penanganan kasus korupsi ini juga dimasukkan. Realita yang harus
di wujudkan adalah reformasi hukum berkaitan dengan sanksi terhadap pelaku
korupsi. Sanksi ini harus diperberat agar memberi efek jera kepada pelakunya.
Putusan hakim pun harus benar-benar menunjukkan kesadaran dalam diri hakim
bahwa korupsi merupakan tindak kejahatan yang luar biasa merugikan negara dan
rakyat. Selain itu, pembinaan sistem anti-korupsi serta transparansi APBN harus
di perketat pembinaannya. Apalagi yang berkaitan dengan jumlah, alokasi
anggaran sampai penggunaan anggaran APBN. Kalau hal ini bisa dilakukan,
penyalahgunaan anggaran pasti bisa di tekan. Masyarakatpun bisa mengontrol
penggunaan anggaran tersebut.
Terlebih lagi kalau koruptor ini
mau bercermin dari kasus yang menjerat Angelina Sondakh yang membuatnya harus
mendekam di penjara selama 12 tahun penjara dan mengembalikan uang suap yang
diterimanya sebesar Rp12,58 miliar plus 2,350 juta dolar AS. Hal ini harusnya
bisa membuat koruptor yang masih berkeliaran diluar sana enggan dan jera untuk
melakukan tindakan korupsinya.
Hukum yang jauh lebih ekstrim
ternyata memang harus pemerintah terapkan. Hukuman yang selama ini dijatuhkan
kepada koruptor yang sudah terbukti korupsi belum benar-benar memberikan efek
jera. Hukuman yang dijatuhkan kepada Angelina Sondakh sudah seharusnya
diberlakukan pula kepada koruptor lain. Hal ini pula harus menjadi tolok ukur
bagi hakim lain dalam memberikan putusan atas kasus korupsi yang di
tanganninya.
Contoh Kasus: Kasus Korupsi
Angelina Sondakh
- Kronologi
Terseretnya Angelina Sondakh
Terseretnya Angelina Patricia
Pingkan Sondakh atau Angelina Sondakh atau Angie dalam kasus korupsi Kasus
Wisma Atlet SEA Games Palembang dan Kemendikbud berawal dari ‘nyanyian’ para
tersangka ‘pendahulunya’ yang ditangkap terlebih dulu oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK). Tersangka awal itu adalah M. Nazarrudin, Muhammad El Idrus,
Mindo Rosalinda Manulang, Wafid Muharam. Dan Angelina Sondakh diseret masuk
oleh M. Nazarrudin dan Mindo Rosalinda Manulang.
Kecuali Angelina Sondakh semua
tersangka telah divonis, masing-masing Rosa divonis 2,5 tahun dan denda Rp. 200
juta, Mohammad El Idris divonis dua tahun dan denda Rp. 200 juta, Wafid Muharam
dihukum tiga tahun dan denda Rp. 150 juta, serta Muhammad Nazarudin, dijatuhi
hukuman empat tahun 10 bulan penjara dan denda Rp. 200 juta.
Nazar dalam pengakuannya di
persidangan mengungkapkan, bahwa Angie pernah mengaku menerima sejumlah uang di
depan Tim Pencari Fakta yang dibentuk Partai Demokrat. Dalam rapat Tim Pencari
Fakta yang dihadiri Benny K. Harman, Jafar Hafsah, Edi Sitanggang, Max Sopacua,
Ruhut Sitompul, M. Nasir, janda mendiang Adjie Massaid itu menerima uang Rp. 9
miliar dari Kemenpora (dalam hal ini Wafid Muharam), sebanyak Rp. 8 miliar
diserahkan ke Wakil Ketua Banggar DPR, Mirwan Amir. Namun hal itu dibantah oleh
Angie.
Selain Nazarudin, Rosa juga
menyebut Angelina telah menerima uang darinya terkait proyek pembangunan wisma
Atlet SEA Games di Palembang. PT Anak Negeri mengeluarkan Rp. 10 miliar melalui
Angie. Sebanyak Rp. 5 miliar untuk Angie, Rp. 5 miliar sisanya tidak diketahui,
namun diduga digunakan sebagai ‘pelicin’ ke Badan Anggaran DPR agar anggaran
segera turun.
Sementara mantan anak buah
Nazaruddin yang merupakan Wakil Direktur Keuangan PT Permai Grup, Yulianis,
juga membenarkan ucapan Rosa itu. Bahwa Angelina Sondakh dan Wayan Koster
mendapat Rp. 5 miliar.
Pada Rabu, 15 September 2011,
Angelina Sondakh mendatangi Kantor KPK untuk diperiksa selama delapan jam sebagai
saksi dalam kasus pembangunan wisma atlet SEA Games di Palembang yang
melibatkan tersangka Muhammad Nazaruddin.
Pada Jumat, 3 Februari 2012,
Angelina Sondakh dicegah untuk tidak bepergian ke luar negeri hingga 3 Februari
2013. Pencekalan ini terkait penyebutan nama keduanya oleh para tersangka dan
terdakwa kasus suap Kementrian Pemuda dan Olahraga. Bahkan rencana umroh Angie
juga batal.
KPK juga menetapkan Angie sebagai
tersangka, menjerat dengan Pasal 5, Pasal 10 dan Pasal 11 Undang-Undang Tindak
Pidana Korupsi. Pasal tersebut berisi ancaman pidana 1 tahun, 2 tahun dan 5
tahun serta denda maksimalRp.250.000.000.
Setelah resmi menjadi tersangka,
dia diberhentikan dari jabatan sebagai Wakil Sekjen Partai Demokrat (PD).
- Tindakan
KPK terhadap Angelina Sondakh
Eksekusi putusan
Terkait dengan eksekusi terhadap
putusan itu, Deputi Penindakan KPK Warih Sadono mengatakan akan segera
melaksanakannya. ”Eksekusi segera dilakukan setelah jaksa menerima petikan
putusan atau ekstrak vonis. Tahap pertama eksekusi pidana pokok tentang
penjara. Untuk eksekusi amar putusan lain tentu harus dipelajari secara lengkap
setelah mendapatkan salinan putusan,” ucap Warih.
Soal uang pengganti yang harus
dibayarkan Angie, Warih mengatakan, akan diupayakan agar mantan Puteri Indonesia
tersebut membayar uang pengganti dari hartanya yang sudah diblokir atau disita.
Namun, dia belum tahu secara detail berapa jumlah harta Angie yang telah
diblokir dan disita KPK. ”Jika tidak mampu atau tidak mencukupi, dilaksanakan
pidana penjara subsidernya,” lanjutnya.
Progresif dan menjerakan
Secara terpisah, peneliti
Indonesian Legal Roundtable, Erwin Natosmal Oemar, menyatakan, putusan majelis
kasasi itu adalah putusan yang progresif dan mampu menjerakan koruptor. Putusan
tersebut harus menjadi tolok ukur dan standar bagi hakim-hakim dalam
menjatuhkan pidana terhadap terdakwa korupsi.
”Kalau bicara efek jera dalam
pemberantasan korupsi, cara pandang hakim seharusnya seperti cara pandang hakim
MA dalam putusan Angie ini. Efektifkan pidana tambahan. Sita uang hasil
korupsi. Kalau tidak dilakukan, orang tidak takut korupsi karena hanya akan
dikenai hukuman badan (penjara) saja, sementara uang hasil korupsinya aman.
Setelah bebas, ia masih bisa menikmati hasil korupsi. Ini yang ada di benak
koruptor saat ini,” ungkap Erwin.
Dalam persidangan di Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi Jaksa KPK Kresno Anto Wibowo mengatakan Angelina dianggap
bersalah telah menggiring anggaran proyek di Kemenpora dan Kemendiknas.
Mahkamah Agung (MA) telah memperberat hukuman terpidana kasus korupsi
Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Pemuda dan Olahraga, Angelina
Sondakh, dari empat tahun enam bulan penjara menjadi 12 tahun penjara. Angelina
juga diminta membayar uang pengganti sebesar Rp 12,58 miliar dan USD 2,35 juta.
Apabila tidak sanggup membayar maka diganti dengan pidana penjara selama dua
tahun.Menurut Juru Bicara KPK, Johan Budi, KPK berencana tetap akan mengajukan
tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengenai uang pengganti kerugian negara
terhadap Puteri Indonesia 2001 itu dengan Pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi.
“Kami sudah memutuskan untuk
banding. Jadi ada dua hal, yang pertama soal tuntutan hukuman terutama Pasal 12
huruf a itu akan kita konstruksikan kembali dalam memori banding. Kedua, Pasal
18 juga akan kami konstruksikan kembali di tingkat banding,” kata Johan.
Johan menjelaskan, hal itu
merupakan bagian dari upaya terobosan yang dilakukan KPK.Di mana
tindak pidana korupsi berupa suap itu harus terdapat penyitaan dan perampasan
aset yang dilakukan kepada terpidana.
“Ini upaya untuk mengembalikan
uang ke negara sekaligus juga efek jera.Jadiorang tidak sembarangan
korupsi karena bakal disita hartanya,” katanya.
Johan mengakui upaya Jaksa KPK
menkontruksikan kembali mengenai uang pengganti kerugian negara dalam memori
banding itu merupakan tantangan tersendiri.
Mengingat di pengadilan tingkat
pertama, tuntutan itu tidak terbukti.”Jadi kami challenge dan uji di tingkat
banding nanti. Apakah hakim nanti melihatnya berbeda ataukah sama nantinya,”
ujarnya.
Johan menambahkan, KPK juga tak
menutup kemungkinan menjerat Angelina Sondakh dengan pasal Tindak Pidana
Pencucian Uang (TPPU).Dia menilai, hal tersebut terbuka lebar tergantung dari
vonis hakim nanti.
“Kemungkinan itu bisa saja
tergantung dari vonis hakim nanti. Ini kan belum berkekuatan hukum tetap. Nanti
akan sejauh mana putusan, pertimbangan-pertimbangan kemudian yang jadi acuan
hakim itu apa ini nanti bisa digunakan oleh KPK apa bisa menggunakan TPPU atau
tidak,” terangnya.
Karena tegas Johan, vonis
terhadap Angelina nantinya menjadi pintu masuk KPK dalam mengembangkan kasus
Wisma Atlet terkait pembahasan anggarannya
Angelina didakwa menerima uang
itu dari grup Permai pada 2010 terkait pengurusan proyek di sejumlah
universitas di Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan termasuk program
pengadaan sarana dan prasarana di Kemenpora. Jaksa mengatakan hal-hal yang
memberatkan Angelina adalah ia tidak mengakui perbuatannya dan tidak menyesal.
Ia juga dinilai tidak mendukung program pemberantasan korupsi atau memberi
teladan pada masyarakat.
Hal yang meringankan adalah ia
dinilai berperilaku santun dalam persidangan, belum pernah dihukum dan memiliki
anak balita. Tim kuasa hukum Angelina mengatakan klien mereka akan mengajukan
nota pembelaan.
Ketua Komisi Pemberantasan
Korupsi Abraham Samad menilai putusan hakim MA tersebut telah memberikan rasa
keadilan dalam masyarakat.Putusan seperti itu diharapkan lanjut Abraham dapat
memberikan efek jera terhadap koruptor yang kerap mendapatkan hukuman yang
tidak setimpal.
Dia menyatakan putusan MA
terhadap Angelina Sondakh sudah sangat tepat di tengah pusaran pemikiran hukum
para penegak hukum yang masih jauh dari keadilan dan tidak mampu menangkap
kekhawatiran masyarakat terkait upaya pemberantasan korupsi.
Abraham mengungkapkan putusan
hakim MA terhadap Angelina Sondakh harus menjadi tolok ukur bagi hakim-hakim
dalam menjatuhkan pidana terhadap koruptor.
“Kita ingin setiap terdakwa kasus
korupsi putusannya bisa memberikan efek jera sehingga orang berfikir seribu
kali untuk melakukan korupsi .Kita mengapresiasi putusan dari Mahkamah Agung.Kita mengapresiasi
telah memberikan keadilan di dalam masyarakat,” kata Abrahan Sahad.
Komisioner Komisi Yudisial
Taufiqurrahman Sahuri mengungkapkan bahwa putusan kasasi MA terhadap Angelina
Sondakh (Angie), sebagai obat kekecewaan publik terhadap putusan Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang sebelumnya hanya menjatuhkan
pidana empat setengah tahun penjara.
“Putusan itu telah mengobati
kekecewaan masyarakat pada saat putusan di pengadilan negeri yang menghukum
empat tahun.Dan ini saya rasa putusan yang terberat yang dikeluarkan
Mahkamah Agung terhadap koruptor pasca putusan terhadap Abdullah Puteh 10
tahun. Setelah itu putusan terhadap koruptor turun-turun empat tahun, dua
tahun, tiga tahun seperti itu, nah ini barulah 12 tahun,” kata Taufiqurrahman
Sahuri
Dalam putusan kasasi MA, Angelina
dinilai aktif meminta dan menerima uang terkait proyek-proyek di Kementerian
Pendidikan Nasional serta Kementerian Pemuda dan Olahraga
- Dampak
Korupsi
- Bagi
perekonomian Indonesia
- Korupsi
mengurangi pendapatan dari sektor publik dan meningkatkan pembelanjaan
pemerintah untuk sektor publik. Korupsi juga memberikan kontribusi pada
nilai defisit fiskal yang besar, meningkatkan income inequality,
dikarenakan korupsi membedakan kesempatan individu dalam posisi tertentu
untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas pemerintah pada biaya yang
sesungguhnya ditanggung oleh masyarakat Ada indikasi yang kuat, bahwa
meningkatnya perubahan pada distribusi pendapatan terutamadi negara-negara
yang sebelumnya memakai sistem ekonomi terpusat disebabkan oleh korupsi,
terutama pada proses privatisasi perusahaan negara.
- Korupsi
mengurangi kemampuan pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam bentuk
peraturan dan kontrol akibat kegagalan pasar (market failure).
Ketika kebijakan dilakukan dalam pengaruh korupsi yang kuat maka pengenaan
peraturan dan kebijakan, misalnya, pada perbankan, pendidikan, distribusi
makanan dan sebagainya, malah akan mendorong terjadinya inefisiensi.
- Korupsi
menjadi bagian dari welfare cost, memperbesar biaya produksi,
dan selanjutnya memperbesar biaya yang harus dibayar oleh konsumen dan
masyarakat (dalam kasus pajak), sehingga secara keseluruhan berakibat pada
kesejahteraan masyarakat yang turun.
- Korupsi
mereduksi peran fundamental pemerintah (misalnya pada penerapan dan
pembuatan kontrak, proteksi, pemberian property rightsdan
sebagainya). Pada akhirnya hal ini akan memberikan pengaruh negatif pada
pertumbuhan ekonomi yang dicapai.
- Korupsi
mengurangi legitimasi dari peran pasar pada perekonomian, dan juga proses
demokrasi. Kasus seperti ini sangat terlihat pada negara yang sedang
mengalami masa transisi, baik dari tipe perekonomian yang sentralistik ke
perekonomian yang lebih terbuka atau pemerintahan otoriter ke pemerintahan
yang lebih demokratis, sebagaimana terjadi dalam kasus Indonesia.
- Korupsi
memperbesar angka kemiskinan. Selain dikarenakan program-program
pemerintah sebagaimana disebut di atas tidak mencapai sasaran, korupsi
juga mengurangi potensi pendapatan yang mungkin diterima oleh si miskin.
Menurut Tanzi (2002), perusahaan perusahaan kecil adalah pihak yang paling
sering menjadi sasaran korupsi dalam bentuk pungutan tak resmi (pungutan
liar). Bahkan, pungutan tak resmi ini bisa mencapai hampir dua puluh
persen dari total biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan ini amat
mengkhawatirkan, dikarenakan pada negara negara berkembang seperti
Indonesia, perusahaan kecil (UKM adalah mesin pertumbuhan karena perannya
yang banyak menyerap tenaga kerja).
- Dampak
Korupsi Bagi Masyarakat
Korupsi sangat berdampak negatif
pada kehidupan masyarakat sekitar. Adapun dampak korupsi yang terlihat secara
langsung dan tidak langsung adalah sebagai berikut :
- Kenaikan
harga-harga barang akibat anggaran APBN yang dikorupsi
- Bertambahnya
rakyat miskin dikarenakan uang tunjangan bagi rakyat miskin yang
seharusnya disalurkan dikorupsi.
- Mahalnya
biaya yang harus rakyat keluarkan untuk mendapatkan layanan dasar seperti
pendidikan dan kesehatan yang seharusnya bersubsidi.
- Kesenjangan
pendapatan semakin tinggi.
- Banyaknya
rkyat yang di PHK akibat perusahaan kecil tempat mereka kerja gulung tikar
akibat dana investasinya dikorupsi.
- Dan
masih banyak lagi dampak negatif korupsi.
- Dampak
Korupsi Dalam Bidang Pendidikan
Menurunnya kualitas pendidikan di
Indonesia disebabkan oleh adanya faktor- faktor yang menyebabkan. Kurangnya
fasilitas yang tersedia menjadi faktor utama terhadap baik atau buruknya
kualitas pendidikan di Indonesia. Bisa kita lihat banyak fasilitas yang sudah tidak
layak dipakai masih digunakan sebagai sarana pendidikan, contohnya pada
lingkungan pedesaan banyak fasilitas yang sudah tidak layak dipakai masih
digunakan untuk sarana belajar mengajar sesuai fungsinya. Fasilitas yang rusak
ini mengakibatkan banyak anak- anak pedesaan tidak bisa menggunakan fasilitas
dengan baik. Fasilitas yang kurang dan rusak disebabkan karena kurangnya dana
yang diberikan oleh pemerintah. Menurut pasal 31 ayat 4 dengan bunyi “Negara
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang- kurangnya 20% dari anggaran
pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
untuk memenuhi kebutuhan penyelengaraan pendidikan nasional”.
Sesuai dengan apa yang termuat di
dalam UUD 1945 sebanyak 20% keuangan negara itu digunakan sebagai dana
pendidikan. Namun saat ini sesuai dengan apa yang telah kita ketahui kualitas
pendidikan di indonesia begiu rendah, lalu dimana uang yang seharusnya dipakai
sebagai dana pendidikan?. Korupsi itulah jawaban yang tepat. Meski Indonesia
menganut sistem pemerintahan presidensil, dan pembagian tugas pemeritahan sudah
terlihat sangat jelas. Korupsi tetap saja menjadi masalah yang sangat besar
bagi keuangan negara. Hal inilah yang berdampak negatif terhadap kualitas
pendidikan di Indonesia. Banyak pendidikan yang terkorbankan karena tidak
adanya fasilitas dan dana yang cukup .
Dampak negatif dari korupsi ini
tentu sangatlah banyak salah satunya adalah uang negara yang seharusnya di
pakai untuk memenuhi fasilitas pendidikan tapi menjadi bubur hangat bagi para
koruptor di Indonesia dan hal ini juga yang telah menyebabkan negara indonesia
tidak maju- maju dan tetap pada posisi sebagai negara berkembang dengan
kualitas pendidikan yang rendah. Dari kasus korupsi yang terjadi perhatian
pemerintah menjadi sangat berkurang terhadap kualitas pendidikan di Indonesia.
Tidak heran jika kualitas penddidikan di indonesia menjadi rendah dan tidak
dapat berkembang sesuai dengan perkembangan zaman saat ini. Perlu adanya tindak
lanjut yang lebih agar pendidikan di Indonesia bisa seperti negara yang maju
saat ini, tidak cukup hanya dengan pemberian hukuman kepada koruptor tapi perlu
adanya inovasi baru yang dapat memberikan hukuman yang sebanding dengan apa
yang telah dilaksanakan oleh para koruptor. Berantas korupsi dan segala
tindakan menyimpang lainnya yang akan berdampak negative pada kualitas
pendidikan di indonesia.
Seperti yang kita lihat,
Indonesia menyandang sebagai negara yang memiliki begitu banyak sumber daya
yang tentunya dapat di manfaatkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan
Indonesia. Jika pemanfaatan dan penggunaannya dilakukan secara efesien serta
terhindar dari tangan- tanagn yang tak bertanggung jawab maka akan tercipta
indonesia yang maju. Kita sebagai genrasi penerus bangsa dan negara, perlu pemahaman
yang luas akan dunia pendidikan agar kualitas pendidikan di indonesia bisa
berkembang dan maju seperti halnya sama dengan tujuan dan cita- cita bangsa
kita. Indonesia yang aman, maju dan sejahtera adalah harapan utama kita semua
sebagai rakyat republik Indonesia. Tingkatkan terus kualitas penndidikan di
Indonesia agar indonesia dapat kembali lagi menjadi indonesia yang memiliki
kualitas pendidikan yang tinggi.
BAB
IV
PENUTUP
- Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa korupsi
merupakan penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan
sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain serta selalu mengandung
unsur “penyelewengan” atau dishonest (ketidakjujuran). Dan korupsi akan berdampak
pada masarakat luas serta akan merugikan masyarakat umum dan negara.di indonesiakorupsi
identik dengan tindakan buruk yang dilakukan oleh aparatur birokrasi serta
orang-orang yang berkompeten dengan birokrasi. Korupsi dapat bersumber dari
kelemahan-kelemahan yang terdapat pada sistem politik dan sistem administrasi
negara dengan birokrasi sebagai prangkat pokoknya.
Keburukan hukum merupakan
penyebab lain meluasnya korupsi. Seperti halnya delik-delik hukum yang lain,
delik hukum yang menyangkut korupsi di Indonesia masih begitu rentan terhadap
upaya pejabat-pejabat tertentu untuk membelokkan hukum menurut kepentingannya.
Dalam realita di lapangan, banyak kasus untuk menangani tindak pidana korupsi
yang sudah diperkarakan bahkan terdakwapun sudah divonis oleh hakim, tetapi
selalu bebas dari hukuman ataupun mendapat hukuman yang tidak sesuai dengan
pelanggaranya contoh saja Angelina Sondakh seperti yang sudah dijelaskan diatas
. Itulah sebabnya kalau hukuman yang diterapkan tidak drastis, upaya pemberantasan
korupsi dapat dipastikan gagal.
Sumber : https://aafadill702.wordpress.com/2014/06/25/masalah-korupsi/
Komentar
Posting Komentar