Diskriminasi agama terjadi di Bekasi, Kamis tanggal 21 Maret
2013 terjadi pembongkaran tempat ibadah orang Kristiani (Gereja Huria Kristen
Batak Protestan di Desa Taman Sari, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi) dengan
alasan tidak mempunyai izin mendirikan bangunan, untuk perluasan dan pemugaran.
Aksi kekerasan masih terjadi di seputar masalah pendirian
rumah ibadah. Laporan CRCS menemukan ada 39 rumah ibadah yang dipersoalkan,
sebagian besar menyangkut keberadaan gereja yang dipermasalahkan oleh sebagian
umat muslim. Menariknya, 70% kasus terkonsentrasi di Jawa Barat, DKI Jakarta,
dan Banten. Cukup memprihatinkan, 17 kasus kekerasan fisik terjadi dalam
persoalan rumah ibadah tersebut. Sebagian dari konflik rumah ibadah berujung
kekerasan. Kasus persoalan rumah ibadah selama tahun 2010 meningkat dua kali
lipat dibanding tahun 2009 yang hanya ditemukan 18 kasus, Persoalan izin
pendirian masjid menjadi pemicu utama munculnya kasus-kasus persoalan rumah
ibadah. Sebanyak 24 kasus mengandung unsur belum adaya izin rumah ibadah,
sedangkan 4 kasus menyangkut rumah ibadah yang telah memiliki izin, tetapi
tetap saja dipersoalkan. Kenyataannya masalah seputar rumah ibadah tidak saja
menyangkut kerukunan beragama, tapi juga kebebasan beragama.
SOLUSI
Pembiaran diskriminasi agama akan membuat disintegritas
bangsa. Gesekan masyarakat akibat diskriminasi agama harus dicegah dan salah
satu pencegahannya adalah penegakan hukum secara konsisten dan juga pengajaran
Hak Asasi Manusia yang harus dihargai. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia harus disebarluaskan. Dialog yang terbuka antar umat
beragama, membuang perasaan superioritas harus diusahakan dengan asas saling menghormati.
Tujuannya adalah demi membangun masyarakat yang harmonis.
Jangan selalu beranggapan bahwa diskriminasi agama tidak
pernah kita lakukan, hanya pihak lain yang melakukan, kita hanya korban.
Pandangan ini harus direvisi dan mulailah kita melihat apakah ada diskriminasi
agama disekitar kita. Dan saat melihat harus dengan kacamata obyektif.
Banyaknya penganut agama yang bersifat ofensif dan tentunya akan menimbulkan
reaksi defensif pada penganut agama lain, akibatnya gesekan. Perlunya memulai
mengubah paradigma bahwa menyebarkan agama demi kebaikan orang lain, mengejar
jumlah umat, menolong yang seiman dan sebagainya. Kembangkan nilai agama baik
agama negara ataupun agama adat yang berbicara kasih dan penghormatan sesama,
hilangkan rasa superioritas.
Diskriminasi agama adalah fenomena masyarakat yang ada di
Indonesia dan sudah saatnya dikaji lebih mendalam dan diangkat kepermukaan
dengan tujuan mengikis diskriminasi agama. Ketika berbicara ini harus disertai
sikap yang obyektif dan melepaskan kacamata agama yang kita anut, jika tidak
maka akan bias. Pers dan masyarakat juga harus menyikapi masalah diskriminasi
agama dengan arif bijaksana,
karena seringkali permasalahan-permasalahan sosial
dibelokkan ke agama dan ujungnya adalah masalah agama yang berkobar.
Seperti pengertian “Bhinneka Tunggal Ika” adalah berbicara
masyarakat yang harmonis dan saling menghargai bukan saling mendiskriminasi
satu sama lain.
Komentar
Posting Komentar