Persekutuan
firma merupakan salah satu organisasi bisnis, di mana dilakukan perjanjian antara
dua orang atau lebih untuk melakukan kerjasama dengan tujuan memperoleh
keuntungan bersama. Pendirian firma harus resmi, artinya harus dibuat di depan
Notaris dan terdaftar di pengadilan. Oleh karena itu pendirian firma lebih
sulit dibanding dengan perusahaan perorangan. Setiap anggota firma harus
menyerahkan seluruh atau sebagian kekayaannya kepada perusahaan dan harus
tercantum dalam akte pendirian organisasi, dibuat di hadapan notaris,
didaftarkan di Pengadilan dan diumumkan di Berita Negara. Organisasi firma
memperoleh keuntungan, maka akan dibagi berdasarkan berbandingan yang telah
disetujui bersama oleh anggota firma, sedangkan apabila terjadi kerugian, maka
seluruh anggota firma harus menanggung secara bersama-sama, dan bilamana perlu
dengan seluruh kekayaan pribadinya.
Berdasarkan Pasal 16 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Persekutuan Firma adalah
persekutuan yang diadakan untuk menjalankan suatu perusahaan dengan memakai
nama bersama.
Persekutuan Firma merupakan bagian dari persekutuan perdata, maka dasar hukum
persekutuan firma terdapat pada Pasal 16 sampai dengan Pasal 35 Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dan pasal-pasal lainnya dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang terkait. Dalam Pasal 22 KUHD
disebutkan bahwa persekutuan firma harus didirikan dengan akta otentik tanpa
adanya kemungkinan untuk disangkalkan kepada pihak ketiga bila akta itu tidak
ada.
Pasal 23 KUHD dan Pasal 28 KUHD menyebutkan setelah akta pendirian dibuat, maka
harus didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dimana firma tersebut
berkedudukan dan kemudian akta pendirian tersebut harus diumumkan dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Proses Pendirian Firma
Berdasarkan Pasal 16 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Persekutuan Firma adalah
persekutuan yang diadakan untuk menjalankan suatu perusahaan dengan memakai
nama bersama.Menurut pendapat lain, Persekutuan Firma adalah setiap perusahaan
yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan di bawah nama bersama atau
Firma sebagai nama yang dipakai untuk berdagang bersama-sama. Persekutuan Firma
merupakan bagian dari persekutuan perdata, maka dasar hukum persekutuan firma
terdapat pada Pasal 16 sampai dengan Pasal 35 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD) dan pasal-pasal lainnya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata) yang terkait.
Dalam Pasal 22 KUHD disebutkan bahwa persekutuan firma harus didirikan dengan
akta otentik tanpa adanya kemungkinan untuk disangkalkan kepada pihak ketiga
bila akta itu tidak ada. Pasal 23 KUHD dan Pasal 28 KUHD menyebutkan setelah
akta pendirian dibuat, maka harus didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri
dimana firma tersebut berkedudukan dan kemudian akta pendirian tersebut harus
diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Selama akta pendirian belum didaftarkan dan diumumkan, maka pihak ketiga
menganggap firma sebagai persekutuan umum yang menjalankan segala macam usaha,
didirikan untuk jangka waktu yang tidak terbatas serta semua sekutu berwenang
menandatangani berbagai surat untuk firma ini sebagaimana dimaksud di dalam
Pasal 29 KUHD.
Isi
ikhtisar resmi akta pendirian firma dapat dilihat di Pasal 26 KUHD yang harus
memuat sebagai berikut:
Nama, nama kecil, pekerjaan dan tempat tinggal para sekutu firma.
Pernyataan firmanya dengan menunjukan apakah persekutuan itu umum ataukah
terbatas pada suatu cabang khusus perusahaan tertentu dan dalam hal terakhir
dengan menunjukan cabang khusus itu.
Penunjukan para sekutu yang tidak diperkenankan bertanda tangan atas nama
firma.
Saat mulai berlakunya persekutuan dan saat berakhirnya.
Dan selanjutnya, pada umumnya bagian-bagian dari perjanjiannya yang harus
dipakai untuk menentukan hak-hak pihak ketiga terhadap para sekutu.
Pada umumnya Persekutuan Firma disebut juga sebagai perusahaan yang tidak
berbadan hukum karena firma telah memenuhi syarat/unsur materiil namun
syarat/unsur formalnya berupa pengesahan atau pengakuan dari Negara berupa
peraturan perundang-undangan belum ada. Hal inilah yang menyebabkan Persekutuan
Firma bukan merupakan persekutuan yang berbadan hukum.
Proses Pembubaran Firma
Pembubaran Persekutuan Firma diatur dalam ketentuan Pasal 1646 sampai dengan
Pasal 1652 KUHPerdata dan Pasal 31 sampai dengan Pasal 35 KUHD. Pasal 1646
KUHPerdata menyebutkan bahwa ada 5 hal yang menyebabkan Persekutuan Firma
berakhir, yaitu :
Jangka waktu firma telah berakhir sesuai yang telah ditentukan dalam akta
pendirian;
Adanya pengunduran diri dari sekutunya atau pemberhentian sekutunya;
Musnahnya barang atau telah selesainya usaha yang dijalankan persekutuan firma;
Adanya kehendak dari seorang atau beberapa orang sekutu;
Salah seorang sekutu meninggal dunia atau berada di bawah pengampuan atau
dinyatakan pailit.
Sekutu-sekutu Firma
Dalam Persekutuan Firma hanya terdapat satu macam sekutu, yaitu sekutu
komplementer atau Firmant. Sekutu komplementer menjalankan perusahaan dan
mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga sehingga bertanggung jawab
pribadi untuk keseluruhan. Pasal 17 KUHD menyebutkan bahwa dalam anggaran dasar
harus ditegaskan apakah di antara para sekutu ada yang tidak diperkenankan
bertindak keluar untuk mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga. Meskipun
sekutu kerja tersebut dikeluarkan wewenangnya atau tidak diberi wewenang untuk
mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga, namun hal ini tidak
menghilangkan sifat tanggung jawab pribadi untuk keseluruhan, sebagaimana
diatur dalam Pasal 18 KUHD.u
Keuntungan dalam Firma
Perihal pembagian keuntungan dan kerugian dalam persekutuan Firma diatur dalam
Pasal 1633 sampai dengan Pasal 1635 KUHPerdata yang mengatur cara pembagian
keuntungan dan kerugian yang diperjanjikan dan yang tidak diperjanjikan di
antara pada sekutu. Dalam hal cara pembagian keuntungan dan kerugian
diperjanjikan oleh sekutu, sebaiknya pembagian tersebut diatur di dalam
perjanjian pendirian persekutuan. Dengan batasan ketentuan tersebut tidak boleh
memberikan seluruh keuntungan hanya kepada salah seorang sekutu saja dan boleh
diperjanjikan jika seluruh kerugian hanya ditanggung oleh salah satu sekutu
saja. Penetapan pembagian keuntungan oleh pihak ketiga tidak diperbolehkan.
Apabila cara pembagian keuntungan dan kerugian tidak diperjanjikan, maka
pembagi didasarkan pada perimbangan pemasukan secara adil dan seimbang dan
sekutu yang memasukkan berupa tenaga kerja hanya dipersamakan dengan sekutu
yang memasukkan uang atau benda yang paling sedikit.
Komentar
Posting Komentar