Pengarahan &
Pengembangan Organisasi komunikasi
PENGERTIAN KOMUNIKASI
Kata
atau istilah komunikasi (dari bahasa Inggris “communication”),secara
etimologis atau menurut asal katanya adalah dari bahasa Latin communicatus, dan perkataan ini
bersumber pada kata communis Dalam kata communis ini memiliki makna ‘berbagi’ atau
‘menjadi milik bersama’ yaitu suatu usaha yang memiliki tujuan untuk kebersamaan
atau kesamaan makna.
Komunikasi
secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan
oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang terlibat dalam komunikasi
adalah manusia. Karena itu merujuk pada pengertian Ruben dan Steward(1998:16)
mengenai komunikasi manusia yaitu:
Human
communication is the process through which individuals –in relationships,
group, organizations and societies—respond to and create messages to adapt to
the environment and one another. Bahwa
komunikasi manusia adalah proses yang melibatkan individu-individu dalam suatu
hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan
pesan untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain.
Untuk
memahami pengertian komunikasi tersebut sehingga dapat dilancarkan secara
efektif dalam Effendy(1994:10) bahwa para peminat komunikasi sering kali
mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of
Communication in Society. Lasswell
mengatakan bahwa cara yang baik untuk untuk menjelaskan komunikasi ialah dengan
menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who
Says What In Which Channel To Whom With What Effect?
Paradigma
Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban
dari pertanyaan yang diajukan itu,yaitu:
1.
Komunikator (siapa yang mengatakan?)
2.
Pesan (mengatakan apa?)
3.
Media (melalui saluran/ channel/media
apa?)
4.
Komunikan (kepada siapa?)
5.
Efek (dengan dampak/efek apa?).
Jadi berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, secara
sederhana proses komunikasi adalah pihak komunikator membentuk (encode) pesan dan menyampaikannya melalui
suatu saluran tertentu kepada pihak penerima yang menimbulkan efek tertentu.
A. PROSES KOMUNIKASI
Berangkat dari paradigma Lasswell, Effendy (1994:11-19) membedakan proses komunikasi menjadi dua tahap, yaitu:
1. Proses komunikasi secara
primer
Proses komunikasi secara
primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada
orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang
sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah pesan verbal (bahasa), dan
pesan nonverbal (kial/gesture, isyarat, gambar, warna, dan lain
sebagainya) yang secara langsung dapat/mampu menerjemahkan pikiran dan atau
perasaan komunikator kepada komunikan.
Seperti disinggung di muka,
komunikasi berlangsung apabila terjadi kesamaan makna dalam pesan yang diterima
oleh komunikan. Dengan kata lain , komunikasi adalah proses membuat pesan yang
setala bagi komunikator dan komunikan. Prosesnya sebagai berikut, pertama-tama
komunikator menyandi (encode) pesan yang akan disampaikan disampaikan
kepada komunikan. Ini berarti komunikator memformulasikan pikiran dan atau perasaannya
ke dalam lambang (bahasa) yang diperkirakan akan dimengerti oleh komunikan.
Kemudian giliran komunikan untuk menterjemahkan (decode) pesan dari
komunikator. Ini berarti ia menafsirkan lambang yang mengandung pikiran dan
atau perasaan komunikator tadi dalam konteks pengertian. Yang penting dalam
proses penyandian (coding) adalah komunikator dapat menyandi dan
komunikan dapat menerjemahkan sandi tersebut (terdapat kesamaan makna).
Wilbur Schramm (dalam Effendy,
1994) menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil (terdapat kesamaan makna)
apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame
of reference) , yakni paduan pengalaman dan pengertian (collection of
experiences and meanings) yang diperoleh oleh komunikan. Schramm menambahkan,
bahwa bidang (field of experience) merupakan
faktor penting juga dalam komunikasi. Jika bidang pengalaman komunikator sama
dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung lancar.
Sebaliknya, bila bidang pengalaman komunikan tidak sama dengan bidang
pengalaman komunikator, akan timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain.
Sebagai contoh seperti yang diungkapkan oleh Sendjaja(1994:33)yakni : Si A
seorang mahasiswa ingin berbincang-bincang mengenai perkembangan valuta asing
dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Bagi si A tentunya akan lebih mudah
dan lancar apabila pembicaraan mengenai hal tersebut dilakukan dengan si B yang
juga sama-sama mahasiswa. Seandainya si A tersebut membicarakan hal tersebut
dengan si C, sorang pemuda desa tamatan SD tentunya proses komunikaasi tidak
akan berjalan sebagaimana mestinya seperti yang diharapkan si A. Karena antara
si A dan si C terdapat perbedaan yang menyangkut tingkat pengetahuan,
pengalaman, budaya, orientasi dan mungkin juga kepentingannya.
Contoh tersebut dapat
memberikan gambaran bahwa proses komunikasiakan berjalan baik atau mudah
apabila di antara pelaku (sumber dan penerima) relatif sama. Artinya apabila
kita ingin berkomunikasi dengan baik dengan seseorang, maka kita harsu mengolah
dan menyampaikan pesan dalam bahasa dan cara-cara yang sesuai dengan tingkat
pengetahuan, pengalaman, orientasi dan latar belakang budayanya. Dengan kata
lain komunikator perlu mengenali karakteristik individual, sosial dan budaya
dari komunikan.
2. Proses komunikasi sekunder
Proses komunikasi secara
sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan
dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang
sebagai media pertama.
Seorang komunikator menggunakan
media ke dua dalam menyampaikan komunikasike karena komunikan sebagai sasaran
berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon,
teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dsb adalah media kedua
yang sering digunakan dalam komunikasi. Proses komunikasi secara sekunder itu
menggunakan media yang dapat diklasifikasikan sebagai media massa (surat kabar,
televisi, radio, dsb.) dan media nirmassa (telepon, surat, megapon, dsb.).
Saluran
Komunikasi dalam Organisasi
Komunikasi
adalah sebuah tindakan untuk berbagi informasi, gagasan atau pun pendapat dari
setiap partisipan komunikasi yang terlibat didalamnya guna mencapai kesamaan
makna. Tindak komunikasi tersebut dapat dilakukan dalam berbagai
konteks. Konteks komunikasi yang telah dibahas pada modul-modul
sebelumnya adalah komunikasi antarpribadi (interpersonal Communication) dan
komunikasi kelompok.Konteks komunikasi selanjutnya yang akan kita bahas adalah
komunikasi organisasi.
Tindak
komunikasi dalam suatu organisasi berkaitan dengan pemahaman mengenai peristiwa
komunikasi yang terjadi didalamnya, seperti apakah instruksi pimpinan sudah
dilaksanakan dengan benar oleh karyawan atau pun bagaimana karyawan/bawahan
mencoba menyampaikan keluhan kepada atasan, memungkinkan tujuan organisasi yang
telah ditetapkan dapat tercapai sesuai dengan hasil yang diharapkan. Ini hanya
satu contoh sederhana untuk memperlihatkan bahwa komunikasi merupakan aspek
penting dalam suatu organisasi, baik organisasi yang mencari keuntungan ekonomi
maupun organisasi yang bersifat sosial kemasyarakatan.
Peranan Komunikasi
Informal
TEORI KOMUNIKASI
ORGANISASI
Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan
berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu
organisasi (Wiryanto, 2005). Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui
oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi.
Isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan berbagai
pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi. Misalnya: memo, kebijakan,
pernyataan, jumpa pers, dan surat-surat resmi. Adapun komunikasi informal
adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih kepada anggotanya secara
individual.
Organisasi dan komunikasi
Istilah organisasi berasal dari bahasa Latin organizare, yang secara
harafiah berarti paduan dari bagian-bagian yang satu sama lainnya saling
bergantung. Di antara para ahli ada yang menyebut paduan itu sistem, ada juga
yang menamakannya sarana.
Everet M.Rogers dalam bukunya Communication in Organization,
mendefinisikan organisasi sebagai suatu sistem yang mapan dari mereka yang
bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui jenjang kepangkatan, dan
pembagian tugas.
Robert Bonnington dalam buku Modern Business: A Systems Approach,
mendefinisikan organisasi sebagai sarana dimana manajemen mengoordinasikan
sumber bahan dan sumber daya manusia melalui pola struktur formal dari
tugas-tugas dan wewenang.
Korelasi antara ilmu komunikasi dengan organisasi
terletak pada peninjauannya yang terfokus kepada manusia-manusia yang terlibat
dalam mencapai tujuan organisasi itu. Ilmu komunikasi mempertanyakan bentuk
komunikasi apa yang berlangsung dalam organisasi, metode dan teknik apa yang
dipergunakan, media apa yang dipakai, bagaimana prosesnya, faktor-faktor apa
yang menjadi penghambat, dan sebagainya. Jawaban-jawaban bagi
pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah untuk bahan telaah untuk selanjutnya
menyajikan suatu konsepsi komunikasi bagi suatu organisasi tertentu berdasarkan
jenis organisasi, sifat organisasi, dan lingkup organisasi dengan
memperhitungkan situasi tertentu pada saat komunikasi dilancarkan.
HAMBATAN-HAMBATAN
DALAM BERKOMUNIKASI
Suatu ketika
keluarga kecil yang memiliki anak berumur lebih kurang tiga tahun pulang
kampung mengunjungi orang tuanya. Betapa senang hati si nenek karena mendapat
kunjungan dari anak dan cucunya. Mereka bermain dan bercengkrama bersama hingga
sore hari. Merekapun bermaksud untuk kembali pulang kerumah. Karena si nenek
masih rindu dan ingin bermain dengan cucunya, maka si nenek meminta agar si
cucu tinggal dan tidur bersamanya. Akhirnya karena si nenek mendesak dan si
cucupun mau, maka jadilah si cucu menginap di rumah nenek dan kedua orang
tuanya pun pulang
Tengah malam, si cucu terbangun dari tidurnya
ingin buang air kecil. Lalu dia membangunkan neneknya. “Nek
bangun nek, aku mau nyanyi”. ( rupanya si cucu sudah terbiasa dengan orang
tuanya klo mau buang air bilang mau nyanyi). Si nenekpun bangun dan berkata: “Cu, ini kan udah malam, besok aja nyanyinya ya”. Lalu merekapun
tidur lagi.
Tidak berapa lama, si cucupun terbangun karena
sudah gak tahan mau buang air kecil. “nek
bangun nek, aku mau nyanyi”, si cucu terus merengek kepada neneknya. Karena
gak tahan dengan rengekan cucunya maka si nenek berkata: “baiklah,
kamu nyanyinya di teliga nenek saja ya”. Kontan si cucupun mengencingi telinga neneknya.
Dan nenekpun terpaksa menahan marahnya. Rupanya orang tua si cucu lupa
memberitahukan kepada si nenek kalau si cucu mau buang air dia akan bilang mau
nyanyi.
Demikianlah sebuah anekdot yang berhubungan dengan
hambatan dalam beromunikasi. Banyak hal yang bisa menghambat untuk terjadinya
komunikasi yang efektif. Menurut Leonard R.S. dan George Strauss dalam Stoner
james, A.F dan Charles Wankel sebagaimana yang dikutip oleh Herujito (2001),
ada beberapa hambatan terhadap komunikasi yang efektif, yaitu :
1. Mendengar.
Biasanya kita
mendengar apa yang ingin kita dengar. Banyak hal atau informasi yang ada di
sekeliling kita, namun tidak semua yang kita dengar dan tanggapi. Informasi
yang menarik bagi kita, itulah yang ingin kita dengar.
2. Mengabaikan informasi yang bertentangan dengan apa yang
kita ketahui.
3. Menilai sumber.
Kita cenderung
menilai siapa yang memberikan informasi. Jika ada anak kecil yang memberikan
informasi tentang suatu hal, kita cenderung mengabaikannya.
4. Persepsi yang berbeda.
Komunikasi tidak akan berjalan efektif, jika persepsi
si pengirim pesan tidak sama dengan si penerima pesan. Perbedaan ini bahkan
bisa menimbulkan pertengkaran, diantara pengirim dan penerima pesan.
5. Kata yang berarti lain bagi orang yang berbeda.
Kita sering mendengar kata yang artinya tidak sesuai
dengan pemahaman kita. Seseorang menyebut akan datang sebentar lagi, mempunyai
arti yang berbeda bagi orang yang menanggapinya. Sebentar lagi bisa berarti
satu menit, lima menit, setengah jam atau satu jam kemudian.
6. Sinyal nonverbal yang tidak konsisten.
Gerak-gerik kita ketika berkomunikasi – tidak melihat
kepada lawan bicara, tetap dengan aktivitas kita pada saat ada yang
berkomunikasi dengan kita-, mampengaruhi porses komunikasi yang berlangsung.
7. Pengaruh emosi.
Pada keadaan
marah, seseorang akan kesulitan untuk menerima informasi. apapun berita atau
informasi yang diberikan, tidak akan diterima dan ditanggapinya.
8. Gangguan.
Gangguan ini bisa
berupa suara yang bising
pada saat kita berkomunikasi, jarak yang jauh, dan
lain sebagainya.
Itulah beberapa hal yang dapat menghambat
terjadinya komunikasi yang efektif. dari anekdot tadi dapat kita lihat bahwa
kata “nyanyi” di artikan berbeda antara si nenek dengan si cucu. Nenek
mengartikan kata nyanyi dengan arti sebenarnya, sedangkan si cucu, -karena
telah biasa menggunakan kata nyanyi untuk buang air kecil-, mengartikan
“nyanyi” sebagai buang air kecil.
Semoga kita bisa meminimalisir hambatan-hambatan
tersebut, sehingga komunikasi yang efektif bisa terjadi
Peningkatan
Efektivitas Komunikasi
1. Karakteristik pengirim
Kredibiltas pengirim perlu ditingkatkan. Jika
manajer ingin menyebutkan infromasi mengenai organisasi, pesan dikirim secara
tertulis disertai dengan cap resmi. Untuk mempromosikan produk obat-obatan,
manajer menggunakan figure dokter karena dokter mempunyai kredibilitas yang
lebih baik dalam hal obat-obatan. Kadang-kadang publisitas (berita melalui
Koran) digunakan untuk menonjolkan sisi baik organisasi. Publisitas dianggap
lebih netral dibandingkan dengan iklan.
Pengirim harus menjaga konsistensi antara gerakan
tubuh dengan kata yang ia ucapkan, agar penerima dapat menangkap pesan yang
sebenarnya. Apabila ingin mempengeringatkan bawahan, manajer dapat menggunakan
mimic muka yang serius, apabila manajer menggunakan senyuman, bawahan akan
menganggapnya bercanda. Kadang-kadang pengirim enggan berkomunikasi karena
beberapa hal. Manajer enggan menyampaikan pemotongan anggaran karena pemotongan
anggaran bukan merupakan berita baik. Bawahan enggan memberikan saran kepada
manajer karena khawatir dianggap tidak loyal. Hambatan semacam itu perlu
dihilangkan untuk meningkatkan efektivitas komunikasi.
2. Karakteristik Penerima
Sebagai penerima mempunyai kebiasaan buruk dalam
hal mendengarkan orang lain. Mereka tidak mau mendengarkan dengan serius, atau
mendengarkan sambil mengerjakan pekerjaan lain, atau sambil membaca. Karena itu
mereka tidak dapat menangkap hal penting dalam proses komunikasi. Beberapa
perusahaan besar memberikan pelatihan dalam mendengarkan orang lain ke
manajer-manajer mereka. Ruangan diskusi atau rapat ditempeli dengan poster yang
berisi “Hargailah pendapat orang lain, lihat isi pembicaraan, bukan orangnya.
Perdebatan jangan menyerang pribadi lawan anda” dengan semboyan semacam itu
diharapkan peserta rapat akan mendengarkan orang lain lebih baik.
Persepsi atau prekonsepsi penerima juga dapat
mengacaukan proses komunikasi, untuk itu harus berusaha seobyektif mungkin
dalam menangkap pesan yang sampai kepadanya.
3. Hubungan antara pengirim dan penerima
Perbedaan bahasa atau istilah yang digunakan dalam
komunikasi perlu dihilangkan atau dikurangi. Kata-kata yang terlalu teknis
perlu diterjemahkan ke dalam kata yang lebih popular. Pengirim dapat meminta
umpan balik yang cepat untuk memastikan apakah ada pertanyaan atau suatu hal
yang kurang jelas. Cara lain adalah dengan mengulangi pesan yang disampaikan
dengan kalimat yang berbeda (tetapi isi sama). Dengan cara itu, penerima dapat
memperoleh kesempatan untuk memastikan arti dari pesan yang ia terima. Penerima
didorong untuk mengajukan pertanyaan terhadap hal-hal yang kurang jelas. Tindak
lanjut (follow up) dapat dilakukan oleh pengirim untuk memastikan apakan
informasi atau pesan sudah diterima.
Perbedaan status atau kekuasaan seringkali
mengganggu komunikasi yang efektif. Untuk itu manajer perlu “merendah” apabila
ia berbicara dengan bawahan. Untuk menghilangkan perbedaan persepsi, pengirim
sedapat mungkin mengenali latar belakang penerima. Pengirim dapat bertindak
empati, yaitu mencoba melihat suatu masalah berdasarkan pandangan penerima.
Sebagai contoh, dalam mengkomunikasikan pemberhentian kerja, manajer dapat
mengumpamakan apabila ia menjadi manajer yang terkena pemberhentian kerja.
4. Faktor Lingkungan
Gangguan langsung dihilangkan apabila
memungkinkan. Apabila suara mesin menggangu komunikasi antara manajer dengan
karyawan, komunikasi dilakukan di ruangan yang sepi. Apabila tidak
memungkinkan, manajer harus memperjelas pesan atau memperkeras suaranya .
informasi yang berlebihan juga mengganggu efektivitas komunikasi
Komentar
Posting Komentar