44) Organisasi Bentukan Jepang di Indonesia
1. Gerakan Tiga A
Gerakan Tiga A yang memiliki tiga arti, yaitu Jepang Pelindung Asia,
Jepang Pemimpin Asia, dan Jepang Cahaya Asia. Pada awal gerakan ini
dikenalkan kepada masyarakat Indonesia, terlihat bahwa pemerintah Jepang
berjanji bahwa saudara tua nya ini dapat mencium aroma kemerdekaan.
Pada awal gerakannya, pemerintah militer Jepang bersikap baik terhadap
bangsa Indonesia, tetapi akhirnya sikap baik itu berubah. Apa yang
ditetapkan pemerintah Jepang sebenarnya bukan untuk mencapai kemakmuran
dan kemerdekaan Indonesia, melainkan demi kepentingan pemerintahan
Jepang yang pada saat itu sedang menghadapi perang. Tetapi setelah
pemerintah Jepang mengetahui betapa besarnya pengharapan akan sebuah
kemerdekaan, maka mulai dibuat propaganda-propaganda yang terlihat
seolah-olah Jepang memihak kepentingan bangsa Indonesia.
Dalam menjalankan aksinya, Jepang berusaha untuk bekerja sama dengan
para pemimpin bangsa (bersikap kooperatif). Cara ini digunakan agar para
pemimpin nasionalis dapat merekrut massa dengan mudah dan pemerintah
Jepang dapat mengawasi kinerja para pemimpin bangsa.
Tetapi gerakan ini tidak bertahan lama. Hal ini dikarenakan kurang
mendapat simpati di kalangan masyarakat Indonesia. Sebagai penggantinya,
pemerintah Jepang menawarkan kerja sama kepada tokoh-tokoh nasional
Indonesia.
Dengan kerja sama ini, pemimpin-pemimpin Indonesia yang ditahan dapat
dibebaskan, di antaranya Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Sutan Syahrir,
dan lain-lain.
2. Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA)
Tawaran kerja sama yang ditawarkan pemerintahan Jepang pada masa itu,
disambut hangat oleh para pemimpin bangsa. Sebab menurut perkiraan
mereka, suatu kerja sama di dalam situasi perang adalah cara terbaik.
Pada masa ini, muncul empat tokoh nasionalis yang dikenal dengan sebutan
Empat Serangkai, mereka adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hattta, K.H. Mas
Mansyur, dan Ki Hajar Dewantara. Empat tokoh nasionalis ini lalu
membentuk sebuah gerakan baru yang dinamakan Pusat Tenaga Rakyat
(Putera). Putera resmi didirikan pada tanggal 16 April 1943. Gerakan
yang didirikan atas dasar prakarsa pemerintah Jepang ini bertujuan untuk
membujuk kaum nasionalis sekuler dan kaum intelektual agar dapat
mengerahkan tenaga dan pikirannya untuk usaha perang negara Jepang.
Gerakan ini ini tidak dibiayai pemerintahan Jepang. Walaupun demikian,
pemimpin bangsa ini mendapat kemudahan untuk menggunakan fasilitas
Jepang yang ada di Indonesia, seperti radio dan koran. Dengan cara ini,
para pemimpin angsa dapat berkomunikasi secara leluasa kepada rakyat.
Sebab, pada masa ini radio umum sudah banyak yang masuk ke desa-desa.
Pada akhirnya, gerakan ini ternyata berhasil mempersiapkan mental
masyarakat Indonesia untuk menyambut kemerdekaan pada masa yang akan
datang.
3. Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa)
Selang beberapa waktu, ternyata pemerintah Jepang mulai menyadari bahwa,
gerakan Putera lebih banyak menguntungkan rakyat Indonesia dan kurang
menguntungkan pihaknya. Untuk itu, Jepang membentuk organisasi baru yang
dinamakan Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa). Tujuan pendirian
organisasi ini adalah untuk penghimpunan tenaga rakyat, baik secara
lahir ataupun batin sesuai dengan hokosisyin (semangat kebaktian).
Adapun yang termasuk semangat kebaktian itu di antaranya: mengorbankan
diri, mempertebal persaudaraan, dan melaksanakan sesuatu dengan bukti.
Organisasi ini dinyatakan sebagai organisasi resmi pemerintah. Berarti,
organisasi ini diintegrasikan ke dalam tubuh pemerintah. Organisasi ini
mempunyai berbagai macam hokokai profesi, di antaranya Izi hokokai
(Himpunan Kebaktian Dokter), Kyoiku Hokokai (Himpunan Kebaktian Para
Pendidik), Fujinkai (Organisasi Wanita), Keimin Bunka Syidosyo (Pusat
Budaya) dan Hokokai Perusahaan.
Struktur kepemimpinan di dalam Jawa Hokokai ini langsung dipegang oleh
Gunseikan, sedangkan di daerah dipimpin oleh Syucohan (Gubernur atau
Residen). Pada masa ini, golongan nasionalis disisihkan, mereka diberi
jabatan baru dalam pemerintahan, akan tetapi, segala kegiatannya
memperoleh pengawasan yang ketat dan segala bentuk komunikasi dengan
rakyat dibatasi.
4. Seinendan
Seinendan adalah organisasi semi militer yang didirikan pada tanggal 29
April 1943. Orang-orang yang boleh mengikuti organisasi ini adalah
pemuda yang berumur 14-22 tahun. Tujuan didirikannya Seinendan adalah
untuk mendidik dan melatih para pemuda agar dapat menjaga dan
mempertahankan tanah airnya dengan menggunakan tangan dan kekuatannya
sendiri. Tetapi, maksud terselubung diadakannya pendidikan dan
pelatihannya ini adalah guna mempersiapkan pasukan cadangan untuk
kepentingan Jepang di Perang Asia Timur Raya.
5. Keibodan
Organisasi ini didirikan bersamaan dengan didirikannya Seinendan, yaitu
pada tanggal 29 April 1943. Anggotanya adalah para pemuda yang berusia
26 45 tahun. Tujuan didirikannya organisasi ini adalah untuk membantu
polisi dalam menjaga lalu lintas dan melakukan pengamanan desa.
6. Fujinkai
Fujinkai dibentuk pada bulan Agustus 1943. Organisasi ini bertugas untuk
mengerahkan tenaga perempuan turut serta dalam memperkuat pertahanan
dengan cara mengumpulkan dana wajib. Dana wajib dapat berupa perhiasan,
bahan makanan, hewan ternak ataupun keperluan-keperluan lainnya yang
digunakan untuk perang.
7. Heiho
Anggota Heiho adalah para prajurit Indonesia yang ditempatkan pada
organisasi militer Jepang. Mereka yang tergabung di dalamnya adalah para
pemuda yang berusia 18-25 tahun.
8. MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia)
Golongan nasionalis Islam adalah golongan yang sangat anti Barat, hal
itu sesuai dengan apa yang diinginkan Jepang. Jepang berpikir bahwa
golongan ini adalah golongan yang mudah dirangkul. Untuk itu, sampai
dengan bulan Oktober 1943, Jepang masih mentoleransi berdirinya MIAI.
Pada pertemuan antara pemuka agama dan para gunseikan yang diwakili oleh
Mayor Jenderal Ohazaki di Jakarta, diadakanlah acara tukar pikiran.
Hasil acara ini dinyatakan bahwa MIAI adalah organisasi resmi umat
Islam. Meskipun telah diterima sebagai organisasi yang resmi, tetapi
MIAI harus tetap mengubah asas dan tujuannya. Begitu pula kegiatannya
pun dibatasi. Setelah pertemuan ini, MIAI hanya diberi tugas untuk
menyelenggarakan peringatan hari-hari besar Islam dan pembentukan Baitul
Mal (Badan Amal). Ketika MIAI menjelma menjadi sebuah organisasi yang
besar maka para tokohnya mulai mendapat pengawasan, begitu pula tokoh
MIAI yang ada di desa-desa.
Lama kelamaan Jepang berpikir bahwa MIAI tidak menguntungkan Jepang,
sehingga pada bulan Oktober 1943 MIAI dibubarkan, lalu diganti dengan
Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) dan dipimpin oleh K.H Hasyim
Asy’ari, K.H Mas Mansyur, K.H Farid Ma’ruf, K.H. Hasyim, Karto Sudarmo,
K.H Nachrowi, dan Zainul Arifin sejak November 1943.
Jika dilihat lebih saksama, secara politis pendudukan Jepang telah
mengubah beberapa hal, di antaranya sebagai berikut.
a. Berubahnya pola perjuangan para pemimpin Indonesia, yaitu dari
perjuangan radikal menuju perjuangan kooperatif (kerja sama). Hal ini
dimanfaatkan oleh para pemimpin Indonesia untuk membina mental rakyat.
Misalnya melalui keterlibatan rakyat dalam Putera dan Jawa Hokokai.
b. Berubahnya struktur birokrasi, yaitu dengan membagi wilayah ke dalam
wilayah pemerintah militer pendudukan. Misalnya, diperkenalkannya sistem
tonarigumi (rukun tetangga) di desa-desa. Lalu beberapa gabungan
tonarigumi ini dikelompokkan ke dalam ku (desa atau bagian kota).
Akibat ini semua, desa menjadi lebih terbuka dan banyak juga dari orang
Indonesia yang menduduki jabatan birokrasi tinggi di pemerintahan, suatu
hal yang tidak terjadi pada masa pemerintahan Belanda.
9. Pembentukan BPUPKI dan PPKI
Kekalahan-kekalahan yang diterima Jepang, membuat kebijakan-kebijakan
yang dikeluarkan Jepang turut melemah. Mulai awal tahun 1943, di bawah
perintah Perdana Menteri Tojo, pemerintahan Jepang diperintahkan untuk
memulai penyelidikan akan kemungkinan memberi kemerdekaan terhadap
daerah-daerah pendudukannya. Untuk itu, kerja sama dengan bangsa
Indonesia mulai diintensifkan dan mengikutsertakan wakil Indonesia,
seperti Soekarno dalam parlemen Jepang.
Pada tahun 1944, kedudukan Jepang semakin terjepit. Oleh karena itu,
untuk mempertahankan pengaruh Jepang di negara-negara yang didudukinya,
Perdana Menteri Koiso mengeluarkan Janji Kemerdekaan pada tanggal 7
September 1945 dalam sidang parlemen Jepang di Tokyo. Sebagai realisasi
dari janji tersebut, pada tanggal 1 Maret 1945, Letnan Jenderal Kumakici
Harada (pemimpin militer di Jawa) mengumumkan pembentukan Dokuritsu
Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI). BPUPKI bertugas untuk mempelajari dan menyelidiki
hal-hal yang penting dan perlu bagi pembentukan negara Indonesia,
misalnya saja hal-hal yang menyangkut segi ekonomi dan politik.
BPUPKI ternyata tidak bertahan lama. Dalam perkembangan berikutnya,
BPUPKI dibubarkan, lalu diganti dengan Dokuritsu Junbi Inkai atau
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Badan ini diresmikan
sesuai dengan keputusan Jenderal Terauchi, yaitu seorang panglima
tentara umum selatan, yang membawahi semua tentara Jepang di Asia
Tenggara pada tanggal 7 Agustus 1945.
Setelah itu, diadakanlah pertemuan antara Soekarno, M. Hatta, dan
Rajiman Wedyodiningrat dengan Jenderal Terauchi di Dalat. Di dalam
pertemuan itu, Jenderal Terauchi menyampaikan bahwa Pemerintah Jepang
telah memutuskan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia yang
wilayahnya meliputi seluruh bekas wilayah Hindia-Belanda.
Komentar
Posting Komentar