Hello, I'am QORI HAIDIR ALAM

Web Developer

About Image

QORI HAIDIR ALAM

Web Developer

About Me !

Saya adalah mahasiswa ilmu komputer yang sangat dekat dengan bahasa pemrograman, saya mengelola blog dan web yang mempelajari banyak hal. Saya suka dengan bahasa pemrograman dan biasanya saya meluangkan waktu bermain dengan laptop untuk menambah kemampuan dibidang Pemrograman.

Our Services

  • Responsive

Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever since the 1500s.

  • web design

Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever since the 1500s.

  • Clean Code

Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever since the 1500s.

  • Creative

Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever since the 1500s.

  • user experience

Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever since the 1500s.

  • Support 24/7

Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever since the 1500s.

My Works

  • All
  • Photograph
  • Travel
  • Video

My Skills

Managing & Media - 98%

Photography - 95%

Designer Graphic - 75%

Komunikasi - 80%

Aplikasi Perkantoran - 89%

Web Development - 72%

Artikel Terbaru

PENYUSUNAN PERSONALIA

Sumber daya terpenting suatu organisasi adalah sumber daya manusia yaitu orang-orang yang memberikan tenaga, bakat, kreativitas dan usaha mereka kepada organisasi. Beberapa tugas-tugas kepemimpinan kritis manajer mencakup penarikan, penyeleksian, pengembangan dan penggunaan SDM dalam pencapaian tujuan organisasi. Tanpa orang-orang yang cakap, organisasi dan manajemen akan gagal mencapai tujuannya. Bagaimana manajer melaksanakan fungsi penyusunan personalia secara efektif akan menentukan sukses atau kegagalan mereka sebagai manajer.
Penyusunan Personalia adalah fungsi manajemen yang berkenaan dengan penarikan, penempatan, pemberian latihan dan pengembangan anggota-anggota organisasi. Kegiatan menyusun personalia sangat erat hubungannya dengan tugas-tugas kepemimpinan, motivasi dan komunikasi. Hal ini ditempatkan juga pada fungsi pengarahan, tetapi fungsi ini berhubungan erat dengan fungsi pengorganisasian. Fungsi pengorganisasian menyiapkan “kendaraan”-nya dan menyusun personalia untuk mengisi “pengemudi”-nya yang sesuai dengan posisi kerja yang ada.
Staffing menunjukkan kegiatan manajemen yang menyangkut masalah :
v Memperoleh tenaga kerja
v Menempatkan karyawan
v Melatih dan mengembangakan anggota organisasi
Secara ringkas staffing menyangkut aspek personalia dalam organisasi.

PROSES PENYUSUNAN PERSONALIA

Fungsi ini dilaksanakan dalam dua tipe lingkungan, antara lain lingkungan eksternal yaitu semua faktor diluar organisasi yang secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi organisasi dan lingkungan internal, yaitu semua faktor didalam organisasi. Proses penyusunan personalia terdiri atas :
v Perencanaan sumber daya manusia
v Penarikan tenaga kerja
v Seleksi/Pemilihan tenaga kerja
v Pengenalan dan Orientasi
v Latihan dan pengembangan
v Penilaian pelaksanaan kerja
v Pemberian balasan jasa dan penghargaan
v Perencanaan dan pengembangan karier

Staffing process dapat dipandang sebagai serangkaian kegiatan yang dilaksanakan terus-menerus untuk menjaga pemenuhan kebutuhan personalia organisasi dengan orang-orang yang tepat dan pada waktu yang tepat.

PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA

Mencakup semua kegiatan yang dibutuhkan untuk menyediakan tipe dan jumlah karyawan secara tepat dalam pencapaian tujuan organisasi. Ada tiga bagian perencanaan personalia yang yang dibutuhkan :

1. Penentuan kebutuhan jabatan
Penyusunan personalia organisasi dimulai dengan :
v Penentuan tujuan dan rencana organisasi.
v Penentuan spesifikasi jabatan (job specification) jenis-jenis jabatan dan keterampilan yang dibutuhkan.
v Meramalkan jumlah karyawan yang dibutuhkan dimasa mendatang.
v Persediaan karyawan untuk melaksanakan berbagai kegiatan.

Penentuan spesifikasi jabatan yaitu hasil dari proses analisa jabatan (job analisys) yang terdiri dari penentuan keahlian dan keterampilan yang dipunyai, tanggung jawab, pengetahuan mengenai pekerjaannya, wewenang yang dimiliki serta hubungan yang ada dalam setiap jabatan dalam suatu organisasi. Proses analisa jabatan juga menghasilkan deskripsi jabatan. Deskripsi jabatan ( job description) yaitu hasil pernyataan tertulis dari analisa jabatan yang terdiri atas tugas dan wewenang serta hubungan lini organisasi.

2. Pengembangan sumber-sumber penawaran personalia
Ada dua sumber perolehan tenaga kerja yaitu sumber intern dan sumber ekstern, tapi manajer lebih menyukai perolehan dari sumber intern, karena dapat memotivasi karyawan yang sudah ada, tetapi juga manajer perlu mencari orang yang tepat dalam menduduki suatu posisi agar pekerjaan dapat berjalan secara efektif dan efisien dari luar organisasi.
Ada tiga sumber penawaran intern, yaitu :

v Penataran (upgrading) yaitu dengan mendidik dan memberi latihan.
v Pemindahan (transferring) yaitu dari posisi yang kurang disenangi ke posisi lain yang lebih memuaskan kebutuhan.
v Pengangkatan (promoting) yaitu pengangkatan ke jabatan yang lebih tinggi lagi.

Sumber ekstern penawaran tenaga kerja dapat diperoleh antara lain dari lamaran pribadi yang masuk, organisasi karyawan, kantor penempatan tenaga kerja, sekolah-sekolah, para pesaing, immigrasi dan migarasi.

PENARIKAN DAN SELEKSI KARYAWAN

Penarikan (recruitment) berkenaan dengan pencarian dan penarikan tenaga kerja potensial dalam jumlah yang tepat dan dengan kemampuan untuk mengisi statu jabatan tertentu yang akan diseleksi untuk memenuhi kebutuhan organisasi. Penarikan menyangkut usaha untuk memperoleh karyawan dalam jumlah yang tepat dengan kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan untuk mengisi jabatan-jabatan yang tersedia.
Metode yang digunakan untuk penarikan tenaga kerja bisa dilakukan dengan melaui iklan, leasing (penggunaan tenaga honorer), rekomendasi dari karyawan yang sedang bekerja, lamaran pribadi, lembaga-lembaga pendidikan, kantor penempatan tenaga kerja, serikat buruh dan penggunaan komputer.
Seleksi yaitu pemilihan tenaga kerja potensial untuk menduduki suatu jabatan tertentu dari lamaran yang masuk. Adapun langkah-langkah prosedur seleksi yang dapat digunakan, yaitu :
v Wawancara pendahuluan
v Pengumpulan data-data pribadi (biografi)
v Pengujian (testing)
v Wawancara yang lebih mendalam
v Pemeriksaan referensi-referensi prestasi
v Pemeriksaan kesehatan
v Keputusan pribadi
v Orientasi jabatan

Ada beberapa faktor yang cenderung mempengaruhi prestasi karyawan. Beberapa faktor lain mungkin juga berpengaruh dalam kondisi-kondisi tertentu, tetapi adalah tidak mungkin untuk menyatakan secara tepat semua faktor yang dicari dalam diri karyawan potensial. Beberapa faktor tersebut adalah :
v Latar belakang pribadi, mencakup pendidikan dan pengalaman kerja, untuk menunjukkan apa yang telah dilakukan seseorang di waktu yang lalu.
v Bakat dan minat (aptitude and interest), untuk memperkirakan minat dan kapasitas (kemampuan) seseorang.
v Sikap dan kebutuhan (attitudes and needs), untuk meramalkan tanggung jawab dan wewenang seseorang.
v Kemampuan-kemampuan analitis dan manipulatif, untuk mempelajari kemampuan pemikiran dan penganalisaan.
v Ketrampilan dan kemampuan teknik, untuk menilai kemampuan dalam pelaksanaan aspek-aspek teknik pekerjaan.
v Kesehatan, tenaga dan stamina, untuk melihat kemampuan fisik seseorang dalam pelaksanaan pekerjaan.

Orientasi Karyawan Baru
Setelah diseleksi, karyawan ditempatkan pada suatu pekerjaan dan diperkenalkan dengan organisasi melalui berbagai bentuk orientasi. Tahap orientasi merupakan kegiatan pengenalan dan penyesuaian karyawan baru dengan organisasi.


LATIHAN DAN PENGEMBANGAN KARYAWAN

Tujuan latihan dan pengembangan karyawan adalah untuk memperbaiki efektivitas kerja karyawan dan mencapai hasil-hasil kerja yang telah ditetapkan. Peningkatkan efektivitas kerja dapat dilakukan dengan latihan (training) dan/atau pengembangan. Latihan dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan keterampilan-keterampilan dan teknik-teknik pelaksanaan pekerjaan tertentu, terperinci dan rutin. Sedang pengembangan lebih luas ruang lingkupnya dalam meningkatkan kemampuan, sikap dan sifat-sifat kepribadian serta penyesuaian diri dengan kemajuan teknologi.

Metoda-metoda latihan dan Pengembangan
Pada umumnya karyawan dikembangkan dengan metode “on the job” dan off the job”. Metoda-metoda “on the job” yang biasa digunakan antara lain yaitu:
v Coaching dimana atasan memberikan bimbingan dan pengarahan langsung kepada bawahan dalam pelaksanaan pekerjaan rutin mereka.
v Planned progression yaitu pemindahan karyawan dalam saluran-saluran yang telah ditentukan melalui tingkatan-tingkatan organisasi yang berbeda.
v Rotasi jabatan yaitu pemindahan karyawan melalui jabatan-jabatan yang berbeda-beda.
v Penugasan sementara dimana bawahan ditempatkan pada posisi manajemen tertentu untuk jangka waktu tertentu.
v Sistem-sistem penilaian prestasi formal

Pengembangan “off the job” dilakukan dengan :
v Program pengembangan eksekutif dimana para manager berpartisipasi dalam program-program yang dibuka untuk umum melalui penggunaan analisa kasus, simulasi dan metode pengajar lainnya.
v Latihan laboratorium dimana seseorang belajar lebih sensitif terhadap orang lain, lingkungan dan sebagainya.
v Pengembangan organisasi menekankan pada perubahan, pertumbuhan dan pengembangan organisasi secara menyeluruh.


PEMBERIAN KOMPENSASI PADA KARYAWAN

Kompensasi adalah pemberian kepada karyawan dengan pembayaran finansial sebagai balas jasa untuk pekerjaan yang dilaksanakan dan sebagai motivator untuk pelaksanaan kegiatan di waktu yang akan datang. Dalam pemberian kompensasi ini harus memperhatikan prinsip keadilan, yaitu pada bagaimana mereka melihat nilai relatif dibandingkan yang lain yang berdasarkan pada tanggung jawab yang diemban, kemampuan yang dimiliki, produktivitas dan kegiatan-kegiatan manajerial.

Penentuan Kompensasi
Kebijakan-kebijakan dan praktek-praktek manajemen ditentukan oleh interaksi dari 3 faktor, antara lain :
v Kesediaan membayar sesuai dengan pengorbanan yang diberikan kepada organisasi atau perusahaan.
v Kemampuan membayar yang tergantung pada pendapatan yang diterima oleh perusahaan yang tidak terlepas dari produktivitas karyawan.
v Persyaratan-persyaratan pembayaran yang tergantung pada kondisi perusahaan, peraturan pemerintah, serikat pekerja, kondisi permintaan dan penawaran tenaga kerja dari para pesaing.

Bentuk-bentuk Pembayaran
Banyak karyawan dibayar (dalam kas) pada setiap akhir hari kerja berdasarkan jumlah jam kerja. Di lain pihak, banyak juga yang dibayar berdasar jam kerja yang diterima pada akhir minggu. Bentuk pembayaran ini disebut upah harian. Para karyawan lain dibayar dengan bentuk gaji tetap tiap minggu, bulan, atau tahun. Disamping itu, bentuk upah insentif banyak diberikan kepada karyawan bagian produksi dan penjualan. Banyak perusahaan juga mempunyai rencana pembagian laba dimana karyawan menerima sejumlah presentase tertentu dari laba perusahaan sebagai pendapatan ekstra.

Pemeliharaan Kesehatan dan Keamanan
Bidang manajemen yang semakin penting adalah pemeliharaan kesehatan dan keamanan karyawan. Perusahaan memperhatikan hal ini untuk memberikan kepada karyawan, kondisi kerja yang lebih sehat dan lebih aman serta menjadi lebih bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan tersebut, terutama bagi perusahaan yang mengalami tingkat kecelakaan yang tinggi. Program ini dapat dilakukan antara lain dengan penyediaan dokter dan klinik kesehatan perusahaan.
Desentralisasi pengelolaan sumber keuangan yang berlangsung dalam konsep praktik otonomi daerah ternyata tidak serta merta terkonversi menjadi kesejahteraan rakyat dan makin membaiknya pelayanan publik. Pasalnya, masih adanya ketimpangan infrastruktur dan inefisiensi belanja daerah. Demikian ditegaskan Guru Besar Ilmu Pemerintahan UGM, Prof. Dr. Purwo Santoso, dalam Diskusi uji sahih naskah akademik ‘RUU Hubungan Keuangan antar Pemerintah Pusat dan Daerah’ di Hotel Novotel Yogyakarta, Selasa (15/5).
Menurut Purwo, desentralisasi fiskal dalam bentuk perimbangan keuangan bertujuan untuk mendukung proses pembangunan di daerah dan menjaga kesatuan NKRI. Namun ketiadaaan infrastruktur menjadikan dana yang mengalir dari pusat ke daerah sulit untuk berhasil mewujudkan peningkatan kesejahteraan. Purwo mencontohkan, pelaksanaan otonomi khusus di Papua lewat pemberian dana yang lebih besar dari pemerintah pusat, seharusnya mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Minimnya infrastruktur, kesejahteraan dan pelayanan publik masih jauh dari yang diharapkan. “Ketimpangan yang paling kasatmata adalah infrastruktur. Harus ada cara untuk ketersediaan infrastruktur,” kata Purwo.
Praktik pelaksanaan otonomi daerah, menurut Purwo, masih dianggap skeptis oleh sebagian kalangan karena menjadi ajang pemborosan uang negara karena banyaknya ketidakberhasilan kebijakan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengembangan sistem koordinasi dan monitoring evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah melalui skema dekonsentrasi.
Agar misi tersebut tercapai, tambahnya, pemerintah pusat perlu memastikan Gubernur sebagai penyelenggara fungsi dekosentrasi untuk dibekali mengawal kualitas kebijakan pemerintah daerah melalui sistem evaluasi. Karenanya dibutuhkan sistem informasi kinerja daerah dan sistem informasi keuangan daerah. “Kuncinya lewat sistem evaluasi. Evaluasi menjadi titik pertanggungjawaban Gubernur sebagai simpul evaluasi. Mensiasati kesenjangan pemerintah pusat dan daerah,” ungkapnya.
Ketua Komite IV DPD RI, Cholid Mahmud, ST., M.T., mengatakan pelaksanaan desentralisasi fiskal sejak tahun 2001 hingga 2010 mengalami perubahan besar apabila dinilai dari besarnya belanja daerah. Namun dari sisi penerimaan, sumber keuangan yang dikuasai daerah masih terbatas akibat masih adanya ketimpangan fiskal, pelanyanan publik antar daerah dan inefisiensi belanja daerah. “DPD mengajukan ke DPR agar UU Nomor 33 tahun 2004 perlu diubah tidak sesuai lagi dengan konsep desentralisasi dan prinsip keuangan negara dan daerah sehingga perlu ada perubahan,” terangnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson
Konsep desentralisasi merujuk kepada pengalihan–kalau tidak dikatakan pembagian–wewenang pengambilan keputusan dan tanggung jawab pelaksanaan tugas. Secara spesifik, yakni adanya proses pengalihan wewenang (transfer of authority) dalam organisasi pendidikan dari satu tingkatan yang lebih tinggi kepada tingkatan lain yang lebih rendah. Tingkatan pemegang wewenang dalam dunia pendidikan sendiri pada dasarnya terletak pada empat level: pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, distrik, atau pemerintah daerah kabupaten/kota, dan sekolah atau satuan pendidikan (Welsh dan McGinn dalam Fundamentals of Educational Planning Vol 64; 1999). Dalam dimensi apa wewenang tersebut dapat dimaknai secara saksama?
Fiske menegaskan bahwa modus-vivendi pengalihan wewenang dalam desentralisasi pendidikan berada pada dua level. Pertama, desentralisasi yang bersifat politis, yaitu proses pelibatan seluruh warga atau perwakilan mereka maupun anggota masyarakat lain di luar sistem pemerintahan dalam otoritas pengambilan keputusan. Desentralisasi politis pun kemudian diandaikan untuk lebih banyak terlibat dalam konsultasi serta untuk mendapatkan persetujuan dari partai politik yang terlibat. Kedua, desentralisasi yang bersifat administratif, yaitu kekuasaan tetap berada di level pemerintah pusat, sedangkan pengalihan tanggung jawab serta wewenang dalam perencanaan pendidikan, manajemen pendidikan, pembiayaan pendidikan, dan aktivitas lainnya kepada level yang lebih rendah, seperti pemerintah daerah atau badan semiotonom yang dibentuk oleh pemerintah pusat. Oleh karena itu, desentralisasi yang bersifat administratif pada akhirnya tidak akan banyak melibatkan pihak lain di luar struktur pemerintahan.
Dari perspektif manajemen, desentralisasi pendidikan yang bersifat administratif dapat menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positifnya, jika dalam sistem sentralisasi mekanisme implementasi kebijakan dilakukan di pusat dengan melibatkan unsur birokrasi yang lamban dan gemuk, dalam sistem desentralisasi, pelaksanaan kebijakan menjadi efisien karena dilakukan dengan cepat oleh pemerintah daerah kepada masyarakat. Pada saat yang sama, motivasi untuk meningkatkan produktivitas akan lebih dirasakan oleh para pengelola pendidikan di daerah, karena desentralisasi pendidikan ikut merangsang prakarsa proaktif pengelola pendidikan dalam menjalankan pendidikan di daerahnya. Namun juga harus digarisbawahi bahwa desentralisasi pendidikan mungkin saja dapat menghasilkan dampak negatif yang tidak diharapkan.
Pada beberapa kasus dalam kebijakan desentralisasi, wewenang pemerintah daerah terhadap pengelolaan keuangan daerah dirasa begitu besar. Implikasinya, pembangunan dan investasi bidang pendidikan di daerah sangatlah tergantung pada visi besar pembangunan pemerintah daerah itu sendiri. Maka menjadi kerugian jika pemerintah di daerah lebih mengutamakan keuntungan pembangunan jangka pendek seperti infrastruktur jalan dan irigasi, ketimbang investasi jangka panjang seperti pendidikan (Paqueo & Lammert, 2000).
Penting juga untuk diketahui bahwa desentralisasi pendidikan biasanya dilandasi beberapa faktor seperti pembiayaan pendidikan, peningkatan efisiensi dan efektivitas, redistribusi kekuasaan, peningkatan mutu pendidikan, dan peningkatan inovasi (Winkler, 1999). Pengalihan wewenang dalam desentralisasi pendidikan juga dapat diartikan berada dalam empat pendekatan, yakni dekonsentrasi, delegasi, devolusi, dan privatisasi (Rondinelli, 1984). Dalam bingkai manajemen, desentralisasi pendidikan sekolah mampu memotong jarak pengelolaan pendidikan, baik dari spektrum perencanaan maupun pembiayaan, sehingga diharapkan mampu menghasilkan penyediaan layanan pendidikan yang efisien dan dapat dinikmati oleh semua warga negara (Winkler & Yeo, 2007).
Kebijakan desentralisasi pendidikan di Indonesia mengalami lompatan pendekatan setelah adanya reformasi. Setelah lama menjalankan pola sentralisasi pembangunan dengan menggunakan pendekatan dekonsentrasi, maka setelah diundangkannya peraturan mengenai wewenang pemerintah daerah (UU No 22 dan UU No 25 Tahun 1999), kebijakan desentralisasi pendidikan mulai dikembangkan dengan menggunakan pendekatan devolusi (SMERU, 2001).
Desentralisasi sesungguhnya merupakan alat atu instrument yang dapat digunakan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang efektif dan partisipat. Adapun perbedaan antara desentralisasi politik dengan desentralisasi birokratis (administratif) yaitu :

Desentralisasi Politik, merupakan Pelimpahan kewenangan yang lebih besar kepada daerah yang menyangkut aspek pengambilan keputusan, termasuk penetapan standard dan berbagai peraturan. Desentralisasi juga dapat dikatakan sebagai pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada satuan organisasi pemerintahan di wilayah untuk meyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari sekelompok penduduk yang mendiami wilayah tersebut.

Desentralisasi birokratis (administratif) yaitu berupa pergeseran volume pekerjaan dari departemen pusat kepada perwakilannya yang ada di daerah tanpa adanya penyerahan atau pelimpahan kewenangan untuk mengambil keputusan atau keleluasaan untuk membuat keputusan.

DESENTRALISASI FISKAL – DANA ALOKASI UMUM
Desentralisasi fiskal, yang merupakan penyerahan kewenangan di bidang keuangan antar level pemerintahan yang mencakup bagaimana pemerintah pusat mengalokasikan sejumlah besar dana dan/atau sumber-sumber daya ekonomi kepada daerah untuk dikelola menurut kepentingan dan kebutuhan daerah itu sendiri. Bagi daerah, desentralisasi fiskal berfungsi untuk menentukan jumlah uang yang akan digunakan pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Kepastian mengenai jumlah alokasi dan mekanisme penyaluran akan menjadi bahan pengambilan keputusan bagi pemerintah daerah untuk merencanakan jenis dan tingkat pelayanan yang dapat diberikan kepada masyarakat. Pada intinya, desentralisasi fiskal berupaya memberikan jaminan kepastian bagi pemerintah daerah bahwa ada penyerahan kewenangan dan sumber-sumber pendapatan yang memadai untuk memberikan pelayanan publik dengan standar yang telah ditentukan.
Tetapi pola desentralisasi fiskal yang hingga sekarang diterapkan di Indonesia masih terfokus pada otonomi pembiayaan, bukan pada otonomi pendapatan. Sekalipun daerah memiliki kewenangan untuk menggali sumber-sumber pendapatan sendiri tetapi ada pengecualian terhadap ekplorasi SDA. Oleh karena itu, pola transfer keuangan dari pusat ke daerah masih menjadi elemen penting untuk menunjang kapasitas keuangan daerah.
DAU sebagai salah satu elemen desentralisasi fiskal menjadi elemen penting bagi pemerintah daerah untuk menutup pembiayaaan daerah.
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja negara (APBN) yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Implikasinya, DAU dialokasikan kepada setiap daerah dalam rangka menjalankan kewenangan pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. DAU yang merupakan transfer pemerintah pusat kepada daerah bersifat “block grant”, yang berarti daerah diberi keleluasaan dalam penggunaannya sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah dengan tujuan untuk menyeimbangkan kemampuan keuangan antardaerah.
Kontribusi DAU bagi Daerah vs Penghapusan DAU “Daerah Kaya”
Sejauh mana desentralisasi fiskal melalui instrumen utama dana alokasi umum atau DAU dan pemberlakuan Undang-Undang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah berhasil memberikan kontribusi bagi daerah untuk menekan ketimpangan di Indonesia? Pertanyaan inilah yang menjadi titik berat yang harus dikaji lebih dalam, mengingat masih besarnya disparitas antar daerah di Indonesia. Disparitas antardaerah di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari ketidakmerataan dalam hal penguasaan sumber daya alam atau sumber penerimaan antara daerah satu dan daerah lainnya, selain juga perkembangan industri setempat. Ketidakadilan perimbangan pendapatan daerah atas eksplorasi sumber daya alam juga masih terjadi di beberapa wilayah, khususnya di wilayah-wilayah yang menjadi produsen migas di Indonesia seperti Riau dan Kalimantan Timur. Porsi kecil yang diterima daerah tidak berdampak signifikan terhadap pertumbuhan dan perkembangan pembangunan di daerah-daerah tersebut, karena sebagian besar hasil eksplorasi SDA lebih banyak di parkir di pusat dibanding di daerah. Kondisi akan semakin buruk lagi, apabila daerah-daerah tersebut menghadapi penghapusan DAU karena peringkat ”Kaya” dari pemerintah pusat hanyalah sebatas peringkat, sebabkan daerah-daerah tersebut tidak merasakan secara signifikan hasil SDA-nya sendiri dan pemerintah dianggap menjadipredatory state yang mengeksploitasi daerah secara besar-besaran tanpa menyelaraskan dengan peningkatan pembangunan prasarana ekonomi terlebih lagi dengan penghapusan DAU terhadap daerah-daerah tersebut .
“Landasan Hukum Perhitungan dan Penghapusan DAU”
Landasan hukum pelaksanaan DAU adalah UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Keuangan Daerah. Sebagai amanat UU No.33 Tahun 2004, alokasi yang dibagikan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah Pusat minimal 26 persen dari total penerimaan dalam negri netto. Dengan ketentuan tersebut maka, bergantung pada kondisi APBN dan Fiscal Sustainability Pemerintah Indonesia, alokasi DAU dapat lebih besar dari 26 persen dari total pendapatan dalam negeri netto.
DAU diberikan berdasarkan celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal merupakan kebutuhan daerah yang dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah, kebutuhan daerah dihitung berdasarkan variabel-variabel yang ditetapkan undang-undang sedangkan perhitungan kapasitas fiskal didasarkan atas Penerimaan Asli Daerah (PAD) dan Dana Bagi Hasil yang diterima daerah. Sementara Alokasi Dasar dihitung berdasarkan gaji PNS daerah.
Kebutuhan Fiskal dapat diartikan sebagai kebutuhan daerah untuk membiayai semua pengeluaran daerah dalam rangka menjalankan fungsi/kewenangan daerah dalam penyediaan pelayanan publik. Dalam perhitungan DAU, kebutuhan daerah tersebut dicerminkan dari variabel-variabel kebutuhan fiskal sebagai berikut :
a.Jumlah Penduduk
b.Luas Wilayah
c.Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK)
d.Indeks Kemiskinan Relatif (IKR)
Kapasitas fiskal daerah merupakan kemampuan pemerintah daerah untuk menghimpun pendapatan berdasarkan potensi yang dimilikinya. Potensi penerimaan daerah merupakan penjumlahan dari potensi PAD dengan DBH Pajak dan SDA yang diterima oleh daerah.
Berdasarkan UU diatas, setiap daerah yang memiliki kapasitas fiskal yang lebih besar darikebutuhan fiskal maka dapat menerima penurunan DAU, dan atau tidak menerima sama sekali pada tahun berikutnya. Dasar inilah yang digunakan pemerintah untuk memberikan predikat daerah “kaya” (DKI Jakarta, Riau dan Kaltim) dan memperoleh penghapusan DAU.

”Dampak Penghapusan DAU”
Apabila dilihat dari sisi ekonomi, penghapusan DAU untuk beberapa daerah akan berimbas pada pembangunan dan pertumbuhan ekonomi regional di daerah tersebut dan pada akhirnya akan mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional. Penghapusan ini akan berimbas negatif terhadap stabilitas keuangan daerah, stabilitas keuangan daerah yang terganggu ini akan berimbas kepada pelaksanaan program-program pemerintah daerah dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat yang akan terganggu pula. Imbas yang lain adalah terganggunya program-program pemerintah daerah yang bertujuan untuk meningkatakan pelayanan publik/infrastruktur yang dapat menjadi pemacu pertumbuhan ekonomi regional maupun ekonomi nasional. Dengan penghapusan DAU tersebut juga dikhawatirkan akan mengganggu iklim investasi di wilayah-wilayah tersebut yang dikarenakan akan meningginya biaya investasi akibat pengenaan pajak daerah yang tinggi. Kenaikan pajak daerah yang tinggi ini merupakan salah satu jalan yang dapat ditempuh oleh daerah untuk menutupi pembiayan program daerah sebagai imbas dari penghapusan DAU oleh pemerintah pusat. Penghapusan DAU inipun nantinya akan berimpas pada ketimpangan vertical yang semakin melebar, sedangkan tujuan desentralisasi fiskal (DAU sebagai salah satu instrumen) bertujuan untuk mengurangi/mengikis ketimpangan vertikal antara pusat dan daerah.
Apabila dilihat dari sisi sosial dan politik, penghapusan DAU ini mengingatkan kita kembali kondisi ekonomi daerah sebelum tahun 1999 dimana ada kesenjangan dan kecemburuan sosial daerah dengan pusat. Kesenjanagan dan kecemburuan sosial ini terjadi diakibatkan ketidakadilan yang mereka peroleh, karena sampai saat inipun masih terjadi ketidakadilan atas pembagian pendapatan eksplorasi SDA antara daerah dengan pusat, terlebih lagi adanya penghapusan DAU. Keputusan penghapusan ini akan berimbas kepada reaksi sosial dari tiap-tiap daerah sehingga dapat mengganggu iklim investasi di Indonesia. Pirnsip keadilan ini pun harus menjadi perhatian yang mendapat skala prioritas. Menurut predikat “kaya” dari pemerintah untuk daerah-daerah yang DAU-nya yang akan dihapus terkesan hanya predikat, karena daerah-daerah tersebut masih merasa diberlakukan tidak adil oleh pemerintah atas pembagian hasil eksplorasi SDA.

Our Teams

Team Image

QORI HAIDIR ALAM

Web Developer

  • 5K

  • 1.5K

  • 1K

Mulailah dari apa yang kamu bisa hingga kamu menemukan hal baru, disitulah kamu belajar banyak hal untuk meningkatkan skill kamu.

© Copyright - QORI HAIDIR ALAM. Design By Premium Blogger Templates