Salah
satu ciri dari suatu profesi adalah adanya organisasi profesi yang
mewadahi seluruh spesifikasi yang ada dalam profesi dan mengawal
pelaksanaan tugas-tugas profesional anggotanya, melalui tridarma organisasi profesi,
yaitu: (1) ikut serta mengembangkan ilmu dan teknologi profesi; (2)
meningkatkan mutu praktik pelayanan profesi; dan (3) menjaga kode etik
profesi.
Organisasi
profesi secara langsung peduli atas realisasi sisi-sisi objek praktik
spesifik profesi, keintelektualan, kompetensi dan praktik pelayanan,
komunikasi, kode etik, serta perlindungan atas para anggotanya.
Organisasi
profesi membina para anggotanya untuk memiliki kualitas tinggi dalam
mengembangkan dan mempertahankan kemartabatan profesi.
Organisasi
profesi disamping membesarkan profesi itu sendiri, juga sangat
berkepentingan untuk ikut serta memenuhi kebutuhan dan kemaslahatan umum
masyarakat luas.
Perekat
utama organisasi profesi itu adalah sebutan profesi itu sendiri, yang
didalamnya dikembangkan sejenis himpunan/ikatan/kumpulan yang
berorientasi pada spesifikasi profesi itu.
(Disarikan dari: Modul Profesionalisasi Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling, P4TK Penjas dan BK.)
===========
Berbicara tentang Organisasi Guru di Indonesia,
dulu ketika masih era Orde Baru, kesempatan para guru Indonesia untuk
memilih berafiliasi dengan organisasi yang sesuai dengan profesi guru
relatif terbatas, karena pada waktu itu hanya ada satu pilihan
(monopolistik) Organisasi Guru yang diakui pemerintah, yaitu Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Meski tidak berlabel guru, organisasi lain yang masih bisa dimasuki guru pada waktu itu adalah Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI). Sementara bagi Guru Bimbingan dan Konseling, selain bisa bergabung dengan kedua organisasi tersebut, juga bisa bergabung dengan Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN).
Meski pada waktu itu, tuntutan dan tantangan profesionalisme guru belum
berkembang seperti sekarang ini, tetapi kebutuhan para guru akan
organisasi yang bisa menaungi kepentingan tugas dan nasibnya tampaknya
sudah sangat dirasakan, baik dengan menjadi anggota aktif ataupun hanya
sekedar anggota biasa.
Keadaan menjadi berbeda setelah memasuki era reformasi yang memungkinkan
kepada para guru untuk memiliki kebebasan berserikat, sehingga
muncullah beberapa organisasi guru baru, seperti: Ikatan Guru Indonesia (IGI), Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), Persatuan Guru Madrasah Indonesia (PGMI). Kehadiran
organisasi guru baru ini telah menjadikan kehidupan profesi guru tampak
semakin dinamis melalui penampilan gaya dan sudut pandang yang dianut
oleh masing-masing organisasi guru tersebut, baik secara personal
maupun organisasional.
Sejalan dengan pengakuan formal (Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005) bahwa guru adalah sebuah profesi, maka untuk menegaskan sekaligus juga memenuhi ciri dari suatu profesi perlu dibentuk Organisasi Profesi Guru, yang ketentuannya saat ini sedang digodog melalui revisi PP No. 74 Tahun 2008 [Informasi lebih lanjut bisa dilihat DISINI ]
Terlepas dari keputusan hasil revisi PP No. 74 Tahun 2008, bagi saya yang paling penting adalah bagaimana kehadiran organisasi profesi guru ini
benar-benar memberikan manfaat untuk mendongkrak mutu guru di
Indonesia. Kehadirannya dapat menjadikan guru-guru di Indonesia lebih
profesional dan sejahtera, dan memberi kemaslahatan bagi masyarakat
luas, sebagaimana diisyaratkan dalam tridarma organisasi profesi.
Bercerita tentang kebermanfaatan organisasi profesi guru bagi anggotanya, saya mencoba memilahnya kedalam 3 (tiga) kelompok:
- Kelompok yang menyatakan bermanfaat atau sangat bermanfaat.
Mereka merasa bangga menjadi bagian dari organisasi profesi guru yang
dimasukinya. Di mata mereka kehadiran organisasi profesi guru
benar-benar telah menjadikan dirinya sebagai seorang profesional yang
sejatinya. Berkat organisasi profesi, nilai UKG bisa
mencapai di atas standar, ketika mengikuti penilaian kinerja guru,
hasilnya sangat memuaskan, ketika sedang melaksanakan pembelajaran, para
siswa merasa termotivasi dan mampu menunjukkan hasil belajar yang luar
biasa. Selain itu, berkat organisasi profesi pula, kesejahteraan
hidupnya menjadi lebih baik. Jika diibaratkan kapal, kelompok yang pertama ini termasuk kapal pesiar, yang selalu menjelajah ke tempat-tempat baru yang menyenangkan dan penuh tantangan.
- Kelompok yang menyatakan biasa-biasa saja alias netral.
Walaupun mereka mengikatkan diri (berafiliasi ) dengan organisasi
profesi guru tertentu, bagi mereka kehadiran organisasi profesi seperti
mubah adanya. Mereka bisa menjadi profesional bukan karena intervensi
organisasi profesi, begitu juga mereka mengalami keterpurukan profesi
bukan akibat adanya organisasi profesi. Keberadaannya di organisasi profesi ibarat kapal selam, lebih sering berada di dasar laut, dan hanya sewaktu-waktu muncul ke permukaan, misalnya
ketika ramai-ramai mengikuti kegiatan perayaaan HUT organisasi
profesinya, namun begitu selesai perayaan mereka kembali tenggelam ke
dasar laut.
- Kelompok yang menyatakan tidak bermanfaat. Keikutsertaannya
dalam organisasi profesi bukan menjadikannya lebih profesional dan
sejahtera, malah yang didapatkan kemadlaratan. Ketika mereka sedang
mengalami terpurukan profesi, tetapi organisasi profesi membiarkannya.
Ketika mereka sedang mengalami kesulitan kenaikan pangkat karena tidak
mampu membuat karya tulis ilmiah, organisasi profesi hanya berdiam diri,
bahkan ketika mereka sedang dilanda musibah (bukan karena perilaku
kriminal), organisasi profesi seakan tak peduli dan malah cenderung
menyalahkan dan memojokkan mereka. Sementara di sisi lain, kewajiban
iuran anggota terus mengalir. Bagi mereka, organisasi profesi sama
sekali tidak memberikan manfaat.Jika diibaratkan kapal lagi, kelompok yang ketiga ini mungkin termasuk kapal karam yang frustrasi karena tak pernah kunjung datang bantuan dari organisasi yang menaunginya.
Pilihan terbaik tentu ada di kelompok yang pertama, dimana organisasi
dan anggota saling mendukung. Organisasi memberikan manfaat kepada
anggotanya dan anggota memberikan manfaat bagi organisasi profesinya. Organisasi profesi guru tidak mungkin dibesarkan oleh profesi lain, selain oleh guru itu sendiri.
Selanjutnya, bagaimana jika ada anggota organisasi yang merasakan
manfaat bahwa berkat organisasi profesi kini mereka beralih profesi
menjadi birokrat, camat, anggota dewan bahkan bupati sekalipun. Menjadi
apapun pada dasarnya sebuah pilihan hidup seseorang, tetapi mungkin akan
tampak lebih elok jika dilakukan dengan cara tidak memanfaatkan
organisasi profesi sebagai alat untuk mencapai tujuan pribadi yang tidak
sejalan dengan tujuan dan fungsi organisasi profesi itu sendiri.
Barangkali tidak ada salahnya jika kita belajar kebaikan dari profesi
lain dan mari kita lihat mitra profesi lain, organisasi profesi
kedokteran, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), yang sampai saat ini tampak solid dan berwibawa di mata anggotanya maupun masyarakat (termasuk saya). Ikatan Dokter Indonesia (IDI) adalah
organisasi profesi tunggal bagi para dokter. Mereka telah memilih
perangkat organisasi profesi yang lengkap dan berfungsi dengan baik.
Hingga sejauh ini, saya belum mendengar ada Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang
secara langsung atau tidak langsung mendukung calon bupati, calon
gubernur bahkan calon presiden tertentu. Sepertinya, mereka berusaha
untuk steril dari hiruk-pikuk politik dan fokus pada tugas-tugas
profesionalnya. Kalaupun ada dokter yang terlibat dalam dunia politik,
saya kira itu hanya sisi personalnya, bukan organisasinya.
Bagaimana dengan Organisasi Profesi para Guru BK/Konselor? Jika ABKIN berani mengambil momentum dalam kegiatan revisi PP 74, maka sangat mungkin ABKIN akan
tampil menjadi Organisasi Profesi tunggal yang mewadahi Guru
BK/Konselor/Dosen/Sarjana BK/Pengawas BK/. Posisinya kurang lebih akan
seperti profesi Dokter Gigi dalam konteks praktik kedokteran.
Komentar
Posting Komentar