050. Penulisan dan pengumpulan Al-Qur’an melewati tiga jenjang [TULISAN]
Tahap Pertama.
Zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada jenjang ini
penyandaran pada hafalan lebih banyak daripada penyandaran pada tulisan
karena hafalan para Sahabat Radhiyallahu
‘anhum sangat kuat dan cepat di samping sedikitnya orang yang bisa baca
tulis dan sarananya. Oleh karena itu siapa saja dari kalangan mereka
yang mendengar satu ayat, dia akan langsung menghafalnya atau
menuliskannya dengan sarana seadanya di pelepah kurma, potongan kulit,
permukaan batu cadas atau tulang belikat unta. Jumlah para penghapal
Al-Qur’an sangat banyak
Dalam kitab Shahih Bukhari [1] dari
Anas Ibn Malik Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengutus tujuh puluh orang yang disebut Al-Qurra’. Mereka
dihadang dan dibunuh oleh penduduk dua desa dari suku Bani Sulaim ; Ri’l
dan Dzakwan di dekat sumur Ma’unah. Namun di kalangan para sahabat
selain mereka masih banyak para penghapal Al-Qur’an, seperti Khulafaur
Rasyidin, Abdullah Ibn Mas’ud, Salim bekas budak Abu Hudzaifah, Ubay Ibn
Ka’ab, Mu’adz Ibn Jabal, Zaid Ibn Tsabit dan Abu Darda Radhiyallahu
‘anhum.
Tahap Kedua
Pada zaman Abu Bakar Ash-Shiddiq
Radhiyallahu ‘anhu tahun dua belas Hijriyah. Penyebabnya adalah : Pada
perang Yamamah banyak dari kalangan Al-Qurra’ yang terbunuh, di
antaranya Salim bekas budak Abu Hudzaifah ; salah seorang yang
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengambil
pelajaran Al-Qur’an darinya.
Maka Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu
memerintahkan untuk mengumpulkan Al-Qur’an agar tidak hilang. Dalam
kitab Shahih Bukahri [2] disebutkan, bahwa Umar Ibn Khaththab
mengemukakan pandangan tersebut kepada Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu
setelah selesainya perang Yamamah. Abu Bakar tidak mau melakukannya
karena takut dosa, sehingga Umar terus-menerus mengemukakan pandangannya
sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala membukakan pintu hati Abu Bakar untuk
hal itu, dia lalu memanggil Zaid Ibn Tsabit Radhiyallahu ‘anhu, di
samping Abu Bakar bediri Umar, Abu Bakar mengatakan kepada Zaid :
“Sesunguhnya engkau adalah seorang yang masih muda dan berakal
cemrerlang, kami tidak meragukannmu, engkau dulu pernah menulis wahyu
untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sekarang carilah
Al-Qur’an dan kumpulkanlah!”, Zaid berkata : “Maka akupun mencari dan
mengumpulkan Al-Qur’an dari pelepah kurma, permukaan batu cadas dan dari
hafalan orang-orang. Mushaf tersebut berada di tangan Abu Bakar hingga
dia wafat, kemudian dipegang oleh Umar hingga wafatnya, dan kemudian di
pegang oleh Hafsah Binti Umar Radhiyallahu ‘anhuma. Diriwayatkan oleh
Bukhari secara panjang lebar.
Kaum muslimin saat itu seluruhnya
sepakat dengan apa yang dilakukan oleh Abu Bakar, mereka menganggap
perbuatannya itu sebagai nilai positif dan keutamaan bagi Abu Bakar,
sampai Ali Ibn Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu mengatakan : “Orang yang
paling besar pahalanya pada mushaf Al-Qur’an adalah Abu Bakar, semoga
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi rahmat kepada Abu Bakar karena, dialah
orang yang pertama kali mengumpulkan Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Tahap Ketiga
Pada zaman Amirul Mukminin Utsman Ibn Affan Radhiyallahu ‘anhu pada
tahun dua puluh lima Hijriyah. Sebabnya adalah perbedaan kaum muslimin
pada dialek bacaan Al-Qur’an sesuai dengan perbedaan mushaf-mushaf yang
berada di tangan para sahabat Radhiyallahu ‘anhum. Hal itu dikhawatirkan
akan menjadi fitnah, maka Utsman Radhiyallahu ‘anhu memerintahkan untuk
mengumpulkan mushaf-mushaf tersebut menjadi satu mushaf sehingga kaum
muslimin tidak berbeda bacaannya kemudian bertengkar pada Kitab Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan akhirnya berpecah belah.
Dalam kitab
Shahih Bukhari [3] disebutkan, bahwasanya Hudzaifah Ibnu Yaman
Radhiyallahu ‘anhu datang menghadap Utsman Ibn Affan Radhiyallahu ‘anhu
dari perang pembebasan Armenia dan Azerbaijan. Dia khawatir melihat
perbedaaan mereka pada dialek bacaan Al-Qur’an, dia katakan : “Wahai
Amirul Mukminin, selamtakanlah umat ini sebelum mereka berpecah belah
pada Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala seperti perpecahan kaum Yahudi dan
Nasrani!” Utsman lalu mengutus seseorang kepada Hafsah Radhiyallahu
‘anhuma : “Kirimkan kepada kami mushaf yang engkau pegang agar kami
gantikan mushaf-mushaf yang ada dengannya kemudian akan kami kembalikan
kepadamu!”, Hafshah lalu mengirimkan mushaf tersebut.
Kemudian
Utsman memerintahkan Zaid Ibn Tsabit, Abdullah Ibn Az-Zubair, Sa’id
Ibnul Ash dan Abdurrahman Ibnul Harits Ibn Hisyam Radhiyallahu ‘anhum
untuk menuliskannya kembali dan memperbanyaknya. Zaid Ibn Tsabit berasal
dari kaum Anshar sementara tiga orang yang lain berasal dari Quraisy.
Utsman mengatakan kepada ketiganya : “Jika kalian berbeda bacaan dengan
Zaid Ibn Tsabit pada sebagian ayat Al-Qur’an, maka tuliskanlah dengan
dialek Quraisy, karena Al-Qur’an diturunkan dengan dialek tersebut!”,
merekapun lalu mengerjakannya dan setelah selesai, Utsman mengembalikan
mushaf itu kepada Hafshah dan mengirimkan hasil pekerjaan tersebut ke
seluruh penjuru negeri Islam serta memerintahkan untuk membakar naskah
mushaf Al-Qur’an selainnya.
Utsman Radhiyallahu ‘anhu melakukan
hal ini setelah meminta pendapat kepada para sahabat Radhiyalahu ‘anhum
yang lain sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud [4] dari
Ali Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya dia mengatakan : “Demi Allah, tidaklah
seseorang melakukan apa yang dilakukan pada mushaf-mushaf Al-Qur’an
selain harus meminta pendapat kami semuanya”, Utsman mengatakan : “Aku
berpendapat sebaiknya kita mengumpulkan manusia hanya pada satu Mushaf
saja sehingga tidak terjadi perpecahan dan perbedaan”. Kami menjawab :
“Alangkah baiknya pendapatmu itu”.
Mush’ab Ibn Sa’ad [5]
mengatakan : “Aku melihat orang banyak ketika Utsman membakar
mushaf-mushaf yang ada, merekapun keheranan melihatnya”, atau dia
katakan : “Tidak ada seorangpun dari mereka yang mengingkarinya, hal itu
adalah termasuk nilai positif bagi Amirul Mukminin Utsman Ibn Affan
Radhiyallahu ‘anhu yang disepakati oleh kaum muslimin seluruhnya. Hal
itu adalah penyempurnaan dari pengumpulan yang dilakukan Khalifah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Abu Bakar Ash-Shiddiq
Radhiyallahu ‘anhu.
Perbedaan antara pengumpulan yang dilakukan
Utsman dan pengumpulan yang dilakukan Abu Bakar Radhiyallahu anhuma
adalah : Tujuan dari pengumpulan Al-Qur’an di zaman Abu Bakar adalah
menuliskan dan mengumpulkan keseluruhan ayat-ayat Al-Qur’an dalam satu
mushaf agar tidak tercecer dan tidak hilang tanpa membawa kaum muslimin
untuk bersatu pada satu mushaf ; hal itu dikarenakan belih terlihat
pengaruh dari perbedaan dialek bacaan yang mengharuskannya membawa
mereka untuk bersatu pada satu mushaf Al-Qur’an saja.
Sedangkan
tujuan dari pengumpulan Al-Qur’an di zaman Utsman Radhiyallahu ‘anhu
adalah : Mengumpulkan dan menuliskan Al-Qur’an dalam satu mushaf dengan
satu dialek bacaan dan membawa kaum muslimin untuk bersatu pada satu
mushaf Al-Qur’an karena timbulnya pengaruh yang mengkhawatirkan pada
perbedaan dialek bacaan Al-Qur’an.
Hasil yang didapatkan dari
pengumpulan ini terlihat dengan timbulnya kemaslahatan yang besar di
tengah-tengah kaum muslimin, di antaranya : Persatuan dan kesatuan,
kesepakatan bersama dan saling berkasih sayang. Kemudian mudharat yang
besarpun bisa dihindari yang di antaranya adalah : Perpecahan umat,
perbedaan keyakinan, tersebar luasnya kebencian dan permusuhan.
Mushaf Al-Qur’an tetap seperti itu sampai sekarang dan disepakati oleh
seluruh kaum muslimin serta diriwayatkan secara Mutawatir. Dipelajari
oleh anak-anak dari orang dewasa, tidak bisa dipermainkan oleh
tangan-tangan kotor para perusak dan tidak sampai tersentuh oleh hawa
nafsu orang-orang yang menyeleweng.
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala Tuhan langit, Tuhan bumi dan Tuhan sekalian alam.
Komentar
Posting Komentar