ARTI PENTING ORGANISASI DALAM
MUNCULNYA POLITIK
Richard L. Daft mengidentifikasi 3 wilayah dimana politik organisasi terangsang
untuk muncul. Wilayah-wilayah tersebut adalah : (1) Perubahan Struktural; (2)
Suksesi Manajemen; dan (3) Alokasi Sumber Daya.
Perubahan Struktural. Perubahan struktural, misalnya reorganisasi
jabatan, langsung menohok ke dalam “jantung” hubungan otoritas dan kekuasaan.
Reorganisasi seperti perubahan tugas dan wewenang, juga berdampak atas dasar
kekuasaan akibat ketidakmenentuan strategis. Untuk alasan ini, reorganisasi
membawa ke arah maraknya kegiatan politik dalam organisasi. Para manajer secara
aktif menawar dan menegosiasi guna memelihara wewenang dan kekuasaan yang
mereka miliki. Merger dan akuisisi juga kerap membawa kegiatan politik yang
eksplosif.
Suksesi Manajemen. Perubahan keorganisasian seperti rekrutmen
eksekutif baru, promosi, dan transfer pegawai punya signifikansi politik yang
besar, khususnya pada level organisasi puncak dimana ketidakmenentuan demikian
tinggi dan jaringan kepercayaan, kerjasama, dan komunikasi di antara eksekutif
adalah penting. Keputusan rekrutmen dapat melahirkan ketidakmenentuan,
pertentangan wacana, dan ketidaksetujuan. Manajer dapat menggunakan perekrutan
dan promosi guna memperkuat jaringan aliansi dan koalisi dengan menempatkan
orang-orangnya sendiri dalam posisi kunci.
Alokasi Sumberdaya. Alokasi sumber daya adalah arena politik
ketiga. Alokasi sumberdaya memotong seluruh sumberdaya yang dibutuhkan bagi
kinerja organisasi, termasuk gaji, anggaran, pekerja, fasilitas kantor,
perlengkapan, penggunaan transportasi kantor, dan sebagainya. Sumber daya
adalah vital sehingga bahwa ketidaksetujuan untuk memprioritaskan salah satu
sumber daya mungkin mengemuka. Dalam konteks ini, proses-proses politik membantu
menyelesaikan dilema ini.
Penulis lain seperti Wagner II and Hollenbeck mengidentifikasi sejumlah faktor
yang mendorong kegiatan politik di dalam organisasi. Faktor-faktor tersebut
adalah : (1) Personalitas Individu; (2) Ketidakmenentuan; (3) Ukuran Organisasi;
(4) Level Hirarki; (5) Heterogenitas Anggota; dan (6) Pentingnya Keputusan.
Personalitas Pribadi. Karakteristik kepribadian tertentu
memungkinkan orang menunjukkan perilaku politik. Contohnya, orang yang punya
kebutuhan kekuasaan (nPow) tinggi dalam istilah Charles McClelland. Orang ini
terdorong hasrat politik dari dalam dirinya sendiri guna mencari pengaruh atas
orang lain, yang juga memotivasinya untuk menggunakan kekuasaan demi
hasil-hasil politik.
Riset lain juga menunjukkan orang yang menunjukkan karakteristik
Machiavellianisme cenderung mengendalikan orang lain lewat tindak oportunistik
dan perilaku yang manipulatif. Mereka cenderung terbuka untuk terlibat dalam
politik. Sebagai tambahan, riset mengindikasikan bahwa kesadaran-diri orang tidak
sama dengan lainnya untuk terlibat dalam politik kantor karena mereka takut
menjadi perhatian publik dan dinilai negatif karena terlibat dalam politik.
Ketidakmenentuan. Ketidakmenentuan menjadi alasan munculnya
nuansa politik di dalam organisasi, yang jenis-jenisnya sebagai berikut :
- Keberatan-keberatan dalam ketersediaan sumberdaya langka atau
informasi seputar sumber daya tersebut;
- Informasi yang beredar bersifat ambigu (tidak jelas) atau lebih dari
satu versi;
- Sasaran, tujuan, peran pekerjaan, atau ukuran kinerja yang tidak
didefinisikan secara baik;
- Ketidakjelasan peraturan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan siapa
yang harus buat keputusan, bagaimana keputusan dicapai, atau bilamana
pembuatan keputusan harus dilakukan;
- Perubahan reorganiasi, realokasi anggaran, atau modifikasi prosedur
dalam aneka bentuknya; dan
- Pihak yang yang menjadi gantungan (tumpuan harapan/backing) individu
atau kelompok memiliki pesaing atau musuh.
Ukuran Organisasi. Politicking lebih sering muncul pada
organisasi skala besar ketimbang skala kecil. Adanya orang dalam jumlah besar
cenderung menyembunyikan perilaku seseorang, memungkinkan mereka terlibat dalam
politik tanpa takut diketahui (konspirasi).
Level Hirarki. Politik juga kerap ditemukan dalam manajer tingkat
atas, karena kekuasaan yang dibutuhkan untuk terlibat dalam politik biasanya
terkonsentrasi diantara para manajer tingkat atas tersebut.
Heterogenitas Anggota. Anggota dalam organisasi yang heterogen
biasanya saling berbagi kepentingan dan nilai yang sedikit dan lebih lanjut
mencari sesuatu yang berbeda. Dalam kondisi ini, proses-proses politik
cenderung muncul dimana setiap anggota bersaing untuk memutuskan kepentingan
siapa yang terpuaskan dan siapa yang tidak.
Pentingnya Keputusan. Keputusan yang sifatnya penting lebih
memancing aktivitas politik organisasi ketimbang keputusan yang biasa-biasa
saja. Ini diakibatkan sebuah keputusan penting punya dampak besar dalam menarik
perhatian para anggota organisasi.
Kemunculan politik dalam organisasi juga dikaitkan dengan adanya perilaku
politik di kalangan anggota organisasi. Perilaku tersebut membuka ruang yang
besar bagi individu dalam organisasi untuk melibatkan diri dalam politik. Eran
Vigoda-Gadot merinci 6 dimensi perilaku politik di diri individu yang mendorong
munculnya kegiatan politik, yaitu:
- Otonomi Pekerjaan. Semakin independen karyawan
dalam melakukan tugas, semakin mahir kemampuannya dalam menerapkan
pengaruh untuk tujuan mempromosikan keinginannya;
- Masukan Keputusan. Keterlibatan dan kerjasama
dalam proses pembuatan keputusan membuat karyawan merasa terhubung dengan
organisasi, suatu perasaan tanggung jawab agar ia berfungsi lebih jauh,
dan keinginan menanam andil (jasa) guna mempertahankan daya saing
organisasi. Lebih jauh lagi, terbuka kesempatan yang mencukupi untuk
memunculkan perilaku politik yang berupaya memaksimalkan tujuan personal
dan organisasi dan meraih prestasi lewat pemberian pengaruh atas orang
lain sehingga mereka akan membantunya dalam merealisasikan tujuan
individualnya maupun organisasi.
- Kepuasan Kerja. Semakin puas seorang
karyawan, semakin ia percaya pada organisasi berikut seluruh proses di
dalamnya sehingga keterasingannya dari pekerjaan jauh berkurang. Kepuasan
yang ia rasakan di pekerjaan membentuk kepentingannya sendiri yaitu
memelihara status quo. Jika kepuasan kurang akan membawa individu
bertindak dalam rangka mempengaruhi pihak lain untuk mengubah
keputusan-keputusan di dalam organisasi.
- Status dan Prestise Pekerjaan. Status
dan prestise pekerjaan berhubungan dengan opini politik. Semakin besar
keinginan mengekspresikan opini, protes, dan secara aktif mengutarakan
ide-ide yang ia sukai. Tatkala pekerja punya status dan prestise
profesional yang tinggi ia juga akan menuntut aset-aset yang butuh
dukungan dan perlindungan. Ia tidak mengupayakan perubahan besar atas
lingkungannya dan menggunakan keahlian politiknya yang tinggi guna
memelihara aset-aset pribadinya.
- Hubungan Kerja. Hubungan yang dekat antara
satu individu dengan individu lainnya di lokasi kerja membawa pada merembeskan
pandangan satu sama lain di dalam organisasi, di mana terjadi adaptasi
persepsi, sikap dan perilaku politik mereka.
- Unionisasi. Serikat pekerja akan memutar
gagasan, perilaku dan kebiasaan politik dari tingkat lingkungan kerja
hingga sistem politik nasional dan vice versa (demikian sebaliknya). Orang
yang cenderung terlibat dan aktif dalam komite pekerja umumnya mahir pula
dalam berpolitik.
METODE ORGANISASI DALAM POLITIK
1.
Reward Power
Reward Power adalah kekuasaan yang didasarkan kemampuan seseorang
menyediakan keuntungan bagi sesuatu atau orang lain. Kekuasaan mengalir dari
individu yang mampu menyediakan reward yang dibutuhkan orang lain. Kemampuan
ini memungkinkan pemilik kekuasaan mengendalikan perilaku orang lain dan
mencapai hasil yang diharapkan sejauh adanya kebutuhan orang lain tersebut akan
reward yang disediakan olehnya.
Penggunaan kekuasaan reward biasanya dilakukan oleh orang di tingkatan
tertinggi hirarki organisasi. Mereka biasanya punya akses pada material,
informasi atau upah psikologis (senyum, perhatian, pujian, kata-kata manis).
Manajemen tingkat menengah dan para supervisor juga biasanya memiliki jenis
kekuasaan ini. Sebaliknya, pekerja juga dapat menerapkan kekuasaan reward ini
kepada atasannya, dengan cara menerapkan energi dan skill yang mereka miliki
guna menyelesaikan pekerjaan yang diharapkan seorang manajer. Karena manajer
bergantung pada kinerja pekerja, maka pekerja dapat menyetir perilaku manajer
agar sesuai keinginan mereka.
2. Coercive Power
Coercive Power adalah kekuasaan yang didasarkan atas kemampuan seseorang
menyediakan dampak hukuman pada target akibat ketidakpatuhannya. Kekuasaan ini
terletak pada kemampuan seseroang untuk memerintahkan kepatuhan lewat cara
fisik. Seperti reward, kekuasaan jenis ini memungkinkan pemimpin mempengaruhi
perilaku orang lain akibat kemampuannya menerapkan hasil yang tidak diinginkan.
Ketidakpatuhan atas orang yang punya jenis kekuasaan koersif menghasilkan
penerapan hukuman dalam bentuk menahan reward yang diinginkan. Ini merupakan
situasi kekuasaan koersif, kekuasaan yang mengikuti model militer.
3. Expert Power
Expert Power adalah kekuasaan yang didasarkan kemampuan dan pengetahuan khusus
yang dimiliki seseorang di mana target atau orang lain kerap menggunakan atau
bergantung kepadanya. Orang selalu menghargai kompetensi, dan sebab itu Expert
Power merupakan sumber kekuasaan yang penting untuk diterapkan. Kekuasaan
mengalir dari orang yang punya skill, pengetahuan, dan kemampuan yang
dibutuhkan dan dihargai oleh orang lain. Jika orang merengek agar seorang
pekerja mau menggunakan skill yang ia miliki untuk membantu mereka, maka
pekerja tersebut punya kekuasaan.
4. Legitimate Power
Legitimate Power adalah kekuasaan yang didasarkan atas perasaan orang lain
bahwa pelaku kekuasaan punya otoritas dan hak untuk mempengaruhi tindakan
mereka. Perasaan ini merupakan hasil yang diterima dari organisasi formal atau
warisan historis. Kekuasaan hadir pada mereka yang ditunjuk oleh organisasi
untuk memberi perintah. Delegasi otoritas melegitimasikan hak seseorang
memaksakan kepatuhan pada mereka yang menyatakan wajib untuk mentaati sumber
kekuasaan (organisasi). Persepsi legitimasi di benak target kekuasaan bersifat
kritis. Baru setelah target ini yakin bahwa pemberi perintah punya hak yang
legitimate untuk memerintah sajalah mereka akan patuh.
5. Identification Power with Other
Hubungan seseorang dengan orang lain yang punya kekuasaan menular pada orang
yang berhubungan tersebut. Sebab itu, kekuasaan yang ada merujuk pada penguasa
lain. Jenis kekuasaan ini bisa datang lewat hubungan personal seperti
sekretaris atau asisten administrasi yang kerap kerja bareng boss eksekutif.
Jika orang yang mendekatkan diri dengan kekuasaan tersebut juga meniru gagasan,
norma, metode, dan tujuan dari orang berkuasa, kekuasaan orang tersebut akan
bertambah.
6. Critical Power
Pada tingkat lain, seseorang berkuasa hingga derajat mana kontribusi orang
tersebut bersifat kritis bagi individu lain atau bagi organisasi. Bilamana
orang lain berhasrat pada energi, sumberdaya, dan keahlian seseorang, hingga
derajat tersebut pula ia punya kekuasaan atas mereka. Seseorang juga menerapkan
kekuasaan sejauh orang tersebut terhubung dengan sumber daya yang mereka
kuasai.
7. Social Organization Power
Sumber kekuasaan lainnya adalah organisasi sosial. Kekuasaan juga diturunkan
lewat hubungan terstruktur di mana seseorang mengkombinasikan kekuatan
individual mereka guna memenuhi tujuan kelompok. James MacGregor Burns
menyatakannya dalam kata-kata “kekuasaan seorang pemimpin mengalir dari
kekuasaan pengikut.” Pencapaian tujuan hanya dapat terselenggara ketika
satu individu berhasil memobilisasi dan mentransformasi pengikut, yang pada
gilirannya mentransformasikan kekuasaan tersebut kepada pemimpin.
8. Power Using Power
Kekuasaan juga bisa bersumber tatkala seseorang menggunakan kekuasaan-nya.
Kekeliruan menerapkan kekuasaan dapat berakibat hilangnya kekuasaan.
Sebaliknya, penggunaan kekuasaan cenderung meningkatkan kekuasaan itu sendiri.
Persepsi dari orang lain seputar kekeliruan seorang pengguna kekuasaan bisa
menghasilkan berkurangnya dukungan. Kekeliruan bertindak atau sering melakukan
kekuasaan secara sembrono bisa mengikis kekuasaan dan dukungan dari orang lain
yang kita butuhkan agar kekuasaan kita langgeng. Kekuasaan, pada dirinya
sendiri, adalah sumber bagi kekuasaan lainnya.
9. Charismatic Power
Karisma yang digambarkan Max Weber dan Referent Power diidentifikasi
menyediakan dasar teoretis bagi dasar kekuasaan. Orang yang punya karisma
biasanya punya personalitas menyenangkan, menarik, dan mendorong orang mau
mematuhi si pemilik karisma. Orang yang punya kharisma biasanya ada di lingkar
tengah klik-klik berpengaruh dan punya akses pada orang-orang berpengaruh di
dalam komunitas.
10. Centrality Power
Penempatan strategis individu ke dalam organisasi juga merupakan sumber
kekuasaan. Lokasi fisik di jantung kegiatan atau interaksi dengan orang-orang
berkuasa menambah perkembangan dan penggunaan efektif dari kekuasaan.
Sentralitas kekuasaan ini penting dalam konteks kekuasaan, baik secara fisik
ataupun sosial.
Penulis lain seperti seperti Yukl and Falbe membuat taksonomi jenis kekuasaan
menjadi 7 jenis kekuasaan yang dibagi ke dalam 2 variabel yaitu variabel Position
Power dan Personal Power. Position Power termasuk
pengaruh potensial yang diturunkan dari otoritas legitimasi, kendali atas
sumber daya dan reward, kendali atas penghukuman, kendali atas informasi, dan
kendali atas lingkungan kerja fisik. Personal Power termasuk pengaruh
potensial yang diturunkan dari kepakaran kerja dan potensi pengaruh berdasar
persahabatan dan loyalitas.
Komentar
Posting Komentar